Pengadilan Internasional Diminta Selidiki Kematian Kritikus Palestina
RAMALLAH, SATUHARAPAN.COM-Keluarga pengkritik keras Otoritas Palestina (PA) yang meninggal tahun lalu setelah diduga dipukuli oleh pasukan keamanan Palestina, pada hari Kamis (15/12) mengatakan telah meminta Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menyelidiki kematian tersebut.
Nizar Banat adalah pengkritik keras PA, yang memerintah sebagian Tepi Barat yang diduduki Israel, dan dia telah meminta negara-negara Barat untuk menghentikan bantuan karena apa yang dia katakan sebagai otoritarianisme dan pelanggaran hak asasi manusia. Keluarga Banat mengatakan dia meninggal setelah pasukan keamanan Palestina menangkapnya dan memukulinya dengan pentungan.
"Setelah kehilangan kepercayaan pada independensi peradilan Palestina, keluarga Nizar Banat mengirimkan permintaan kepada jaksa ICC, Karim Khan, untuk menyelidiki pembunuhan brutal putra mereka dan mengadili semua yang bertanggung jawab," kata keluarga tersebut dalam sebuah pernyataan.
Pejabat Palestina menolak berkomentar, merujuk permintaan ke juru bicara Kementerian Dalam Negeri yang tidak menjawab panggilan.
Pada saat kematian Banat, Amerika Serikat, Uni Eropa dan PBB menyerukan penyelidikan, dan Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayyeh, mengumumkan pembentukan komite investigasi. Tetapi para kritikus mengatakan komite itu telah menunda-nunda penyelidikan.
Sangat jarang warga Palestina meminta penyelidikan atas kepemimpinan mereka sendiri.
Kematian Banat terjadi di tengah tindakan keras terhadap perbedaan pendapat oleh PA yang didukung secara internasional, yang menghadapi reaksi keras dari warga Palestina yang memandangnya sebagai pemerintah yang korup dan semakin otokratis: sebuah manifestasi dari proses perdamaian tiga dasawarsa dengan Israel yang jauh dari memberikan kemerdekaan Palestina.
Kematiannya memicu protes di Yerusalem timur dan para pengunjuk rasa membakar ban, memblokir jalan, dan bentrok dengan polisi anti huru-hara di kota Ramallah, Tepi Barat, tempat kantor pusat PA.
Keluarga Banat mengatakan memandang Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, bertanggung jawab penuh atas kematiannya. Abbas terpilih pada 2005 untuk masa jabatan empat tahun dan menghadapi krisis legitimasi tahun lalu ketika dia membatalkan pemilihan yang telah lama tertunda di mana partai Fatahnya diperkirakan akan mengalami kekalahan yang memalukan dari saingannya Hamas. Abbas mengutip perselisihan dengan Israel untuk penundaan terakhir.
Pasukan Abbas mengoordinasikan keamanan dengan pasukan Israel, menargetkan Hamas dan kelompok bersenjata lain yang mengancam keduanya. Kebijakan tersebut sangat tidak populer di kalangan warga Palestina, banyak dari mereka memandangnya sebagai kolaborasi dengan kekuatan pendudukan.
Palestina telah meminta ICC untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang oleh Israel, sebuah penyelidikan yang diluncurkan tahun lalu. Keluarga Shireen Abu Akleh, seorang jurnalis Palestina-Amerika yang terbunuh dalam serangan Israel di Tepi Barat tahun ini, telah mengajukan pengaduan atas kematiannya ke pengadilan internasional.
Israel merebut Tepi Barat, bersama dengan Yerusalem timur dan Jalur Gaza, dalam perang Timur Tengah 1967. Orang-orang Palestina mencari wilayah-wilayah itu untuk negara merdeka mereka di masa depan. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...