Pengadilan Khusus untuk Lebanon Akan Putuskan Kasus Pembunuhan Mantan PM Hariri
DEN HAAG, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan yang didukung PBB akan memberikan putusannya pada hari Jumat mendatang atas empat tersangka anggota Hizbullah yang diadili secara in absentia atas pembunuhan mantan perdana menteri Lebanon Rafic Hariri dalam pemboman mobil di Beirut tahun 2005.
Gerakan Syiah Lebanon tidak mengakui Pengadilan Khusus untuk Lebanon yang bermarkas di Belanda, dan membantah semua tuduhan dan menolak menyerahkan terdakwa.
Sebuah bom besar menargetkan konvoi kendaraan Hariri ketika ia pulang untuk makan siang pada Hari Valentine tahun 2005, membunuh dia dan 21 orang lainnya, termasuk tujuh pengawalnya, serta melukai 226 orang lainnya.
Mereka yang didakwa adalah:
Mustafa Badreddine: disebutkan sebagai dalang serangan. Komandan Hizbullah Mustafa Badreddine ini diyakini telah tewas di Suriah pada Mei 2016 kertika memberikan dukungan militer kepada rezim Damaskus.
Tribunal Khusus untuk Lebanon (STL) pada bulan Juli tahun itu membatalkan keputusannya untuk mengadili dia secara in absentia, menemukan bukti yang cukup tentang kematiannya.
Badreddine bergabung dengan gerakan Hizbullah yang baru dibentuk oleh pasukan elite Pengawal Revolusi Iran setelah invasi Israel ke Lebanon pada tahun 1982. Dia dipenjara di Kuwait karena serangan terhadap kedutaan Prancis dan AS pada tahun 1983.
Dia dibebaskan sebagai bagian tuntutan militan Syiah yang membajak dua pesawat. Sebelum dia dibebaskan dalam kekacauan yang disebabkan oleh invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990.
Salim Ayyash: Dia berumur 56 tahun, dituduh memimpin tim yang melakukan pemboman. Keberadaannya, seperti tiga orang lainnya yang menunggu putusan, tetap tidak diketahui.
Tuduhan terhadap Ayyash termasuk "melakukan tindakan teroris", "pembunuhan yang disengaja" terhadap Hariri, "pembunuhan yang disengaja terhadap 21 orang lain", dan berusaha untuk membunuh 226 orang lagi, menurut situs web STL.
Dalam kasus terpisah, pengadilan pada 2019 juga menuduh dia melakukan serangan terorisme dan pembunuhan tiga orang dalam serangan mematikan lainnya terhadap politisi Lebanon pada tahun 2004 dan 2005.
Hussein Oneissi, Assad Sabra: Hussein Oneissi, 46 tahun, dan Assad Sabra, 43 tahun. Keduanya diduga mengirim video palsu ke saluran berita Al-Jazeera yang mengklaim bertanggung jawab atas nama kelompok yang tidak eksis.
Oneissi dan Sabra dituduh "menjadi kaki tangan penjahat melakukan tindakan teroris", serta kaki tangan dalam "pembunuhan yang disengaja" terhadap Hariri, dalam "pembunuhan yang disengaja terhadap 21 orang lain", dan dalam upaya untuk membunuh 226 lebih.
Pengadilan pada tahun 2018 mengeluarkan upaya untuk membebaskan Oneissi, mengatakan bahwa banyak bukti tidak langsung, meskipun secara teori masih cukup untuk menghasilkan putusan mereka bersalah.
Sebagian besar kasus penuntutan mengandalkan catatan ponsel yang diduga menunjukkan tersangka melakukan pengawasan terhadap Hariri sampai beberapa menit sebelum ledakan. Pihak pembela berargumen bahwa bukti itu "teoretis" dan bahwa para terdakwa "tidak memiliki motif" untuk melakukan kejahatan.
Hassan Merhi: Hassan Merhi, 54 tahun, dituduh terlibat dalam serangan terencana tersebut. Dia didakwa dengan kejahatan yang sama seperti Oneissi dan Sabra. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...