Pengajuan Kembali (PK) Hanya Satu Kali Dinilai Cederai Hukum
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Perbaikan Permohonan Perkara Nomor 34/PUU-XI/2013, pada (25/4) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Pemohon adalah Antasari Azhar, mantan Ketua Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pengujian pasal 268 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1982 tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut UU KUHAP) yang berbunyi “permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.”
Antasari Azhar hadir didampingi istrinya, Ida Laksmiwati, dan salah satu putrinya Ajeng Okta Rifka Antasari Putri, adapun alasan kedua orang ini mengajukan peninjauan kembali karena merasa ketidakadilan dan menderita karena kehilangan sosok yang dicintai.
Antasari merasa adanya ketidakadilan dan dirugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara apabila pengajuan PK (Peninjauan Kembali) hanya diberikan satu kali kesempatan saja. PK yang diajukan Antasari Azhar ke Mahkamah Agung sudah ditolak, dan ia mengatakan pada persidangan sebelumnya (10/4) bahwa ia akan meneruskan perjuangan keadilan bagi dirinya.
“Kami merasa jika Pengajuan Kembali (PK) hanya dapat dilakukan satu kali, yang selama ini dikatakan demi kepastian hukum, kami merasakan ini seperti tidak adil, karena kepastian hukum sesungguhnya sudah terjadi saat munculnya sejak putusan kasasi (banding) sudah in kracht (berkekuatan hukum tetap), ini bukanlah upaya hukum biasa tapi upaya hukum luar biasa,” ujar Antasari.
Pada pembacaan permohonan dan dalil yang diucapkan sendiri oleh Antasari, dia mengatakan bahwa kepastian hukum yang ada sekarang sangat bergantung pada pengadilan yang bersih, sehingga keadilan dan kepastian hukum benar-benar ada.
“Kalau negara kita negara hukum yang menganut kepastian hukum yang bermuara pada rasa keadilan, proses pengadilan yang bersih barulah keadilan benar-benar kami rasakan. Untuk itulah kami mengajukan PK,” ujar mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu.
Lebih lanjut Antasari mengatakan bahwa pihaknya belum berencana memberikan bukti-bukti baru, tetapi Antasari dan tim kuasa hukumnya melihat ada proses yang salah karena pengajuan Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kali ini berkaitan dengan undang-undang yang dilanggar mulai dari proses penuntutan dan penyidikan.
“PK untuk diajukan lebih dari satu kali adalah alasan demi keadilan dan tidak mempengaruhi kepastian hukum. Memang kini belum saatnya kami sampaikan bukti-bukti baru yang kami peroleh yang tak terbantahkan. Semuanya harus kami sampaikan juga. Kalau kasus ini sudah sampai tingkat PK dan tidak bisa untuk PK lagi apakah itu adil ? Kalau kepastian hukum sudah terjadi tetapi ada bukti baru. Apalagi penyidikan dan penuntutan perkara ini melanggar pasal 8 Undang Undang No.16 tahun 2004 tentang Kejaksaan,” pungkasnya. .
Saat bukti baru nanti dihadirkan oleh keterangan saksi ahli dari pihak Antasari Azhar, ia berharap pelaku penembakan sesungguhnya mau mengaku dan tentu diproses hukum seadil-adilnya.
“Pelaku sesungguhnya dari penembakan muncul nuraninya saat melihat kami seperti ini, karena hanya hukum yang dapat memastikan hal-hal seperti ini terjadi,” tutur Antasari
Antasari Azhar meninginkan penggabungan sidang pemeriksaan perkara ini dengan perkara yang diajukan Andi Syamsuddin Iskandar selaku adik kandung Andi Nasruddin Zulkarnaen (alm.) yang menjadi korban pembunuhan di Lapangan Golf Modern Land, Tangerang. Dalam permohonannya Andi menguji pasal 263 ayat 1 dan pasal 268 ayat 3 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi yang pada kesempatan itu bertindak selaku panel hakim konstitusi didampingi Maria Farida Indrati dan Anwar Umsan menekankan kepada Antasari untuk mempertajam argumentasi yang terkait antara korelasi fakta bahwa pemohon telah dirugikan dengan norma yang diuji.
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...