Pengakuan Jihadis ISIS Australia: Tak Seperti Yang Dilihat
SYDNEY, SATUHARAPAN.COM – Mantan jihadis yang tergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah atau Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) mengatakan bahwa dia membelot dari kelompok itu setelah menyaksikan eksekusi terhadap wartawan Barat.
Dia mengklaim sebagai mantan militan ISIS dan mengidentifikasi dirinya sebagai Abu Ibrahim, dan diyakini warga negara Australia. Dia mengatakan kepada CBS News dalam sebuah wawancara bahwa dia bergabung ISIS karena dia ingin tinggal di daerah dengan hukum Islam setelah dia masuk Islam.
Tapi setelah menyaksikan eksekusi pekerja bantuan kemanusiaan dan wartawan Barat, dia merasakan dorongan untuk kembali ke rumah dan meninggalkan kelompok itu.
"Beberapa kebijakan seperti pemenggalan terhadap non-kombatan yang tidak bersalah, serta beberapa hal-hal yang saya tidak setuju dengan hukum mereka," kata Ibrahim.
"Alasan utama saya untuk meninggalkan (kelompok itu) adalah bahwa saya merasa saya tidak melakukan apa yang awalnya saya harapkan dengan datang untuk membantu kemanusiaan rakyat Suriah," tambahnya.
"Yang terjadi adalah sesuatu yang lain. Jadi, oleh karena itu, tidak dibenarkan saya berada jauh dari keluarga saya," kata dia, dan menyebutkan bahwa dia menghabiskan enam bulan berjuang di antara kelompok ISIS.
"Banyak orang ketika mereka datang, mereka memiliki antusiasme tinggi tentang apa yang mereka melihat (pada informasi) online atau apa yang mereka lihat di YouTube," kata Ibrahim kepada CBS.
"Mereka melihatnya sebagai sesuatu yang jauh megah daripada kenyataannya. Yang terjadi bukan semua parade militer atau hal itu semua sebagai kemenangan," kata dia.
Selama dia di Suriah, mantan militan ISIS itu mengatakan dia menyaksikan "penyaliban" dan rajam terhadap orang atas tuduhan tindakan "perzinahan."
Abu Ibrahim tampaknya tidak merasa terganggu oleh hukuman, dan yang dia klaim adalah bagian dari hukum Islam. "Ini keras, ini nyata, tapi Syariah," tegasnya.
Dia juga menggambarkan peran polisi agama ISIS yang disebut bertugas menjalankan metode untuk menegakkan peraturan pada kelompok.
"Kehadiran mereka dapat mencegah setiap pencuri atau perilaku buruk , tetapi juga mengawasi hal-hal seperti musik tidak boleh dimainkan atau perempuan harus berpakaian tertutut atau laki-laki harus memelihara jenggot mereka," katanya.
Abu Ibrahim mengatakan bahwa mereka mendapatkan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti rumah, makanan dan tunjangan yang disediakan untuk milisi ISIS dari Barat.
"Awalnya itu sekitar US$ 50 per bulan," katanya. "Selama musim dingin dia mendapat sampai US$ 100 sehingga orang bisa membeli pakaian hangat atau perabot untuk rumah. Mereka menyediakan pemanas untuk setiap rumah dan untuk pasangan menikah mereka menyediakan rumah bagi mereka, termasuk furniture."
Tetapi dia memutuskan untuk keluar kelompok, dan tampaknya akan menghadapi konsekuensi. "Pembatasan meninggalkan kelompok membuat dia merasa seperti dipenjara, karena tidak bisa meninggalkan ‘negara’," kata Ibrahim. "Saya sendiri kalau tertangkap mungkin akan dipenjara dan diinterogasi."
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...