Pengamat: Aksi Massa Harkitnas Jauh dari Makar
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai rencana aksi massa pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), 20 Mei 2015, masih terlalu jauh jika dibilang tindakan makar.
"Saya setuju jika masyarakat harus memaknai Harkitnas, walaupun harus turun ke jalan. Jadi, kalau ada orang yang bilang aksi ini adalah tanda-tanda makar mau menurunkan Jokowi, ini masih terlalu jauh," kata Hendri saat dihubungi di Jakarta, Selasa (19/5) malam.
Aksi pada hari Rabu (20/5) tersebut, kata Hendri, tidak ada arah untuk berpotensi makar, karena pertama Presiden Joko Widodo baru menjabat enam bulan, dan yang kedua tidak adanya faktor tokoh penyeimbang, meskipun ada dua tokoh oposisi yaitu SBY dan Prabowo.
"Namun, mereka telah menyatakan dukungan kepada Jokowi. Jadi karena faktor-faktor tersebut, saya rasa kalaupun ada aksi massa saat Harkitnas, itu adalah penyampaian keluhan dan opini masyarakat secara langsung tentang situasi Indonesia saat ini," katanya.
Untuk itu, lanjut Hendri, pemerintah seharusnya peka pada persoalan masyarakat di lapangan yang terbukti dengan banyaknya aksi demonstrasi selama semester satu pemerintahan Presiden Joko Widodo ini.
Selain itu, pemerintah juga harus menggemborkan semangat kebangkitan, dengan cara menggiatkan dorongan untuk memiliki semangat 100 persen Indonesia.
"Yaitu semangat untuk menggunakan produk dalam negeri, untuk semua aspek dan mesin juga menggunakan produksi dalam negeri, ini dibutuhkan bagi ketahanan bangsa karena sebentar lagi kita juga akan melaksanakan pasar bebas ASEAN," katanya.
Sementara itu, politisi dari PDIP Effendi Simbolon yang ditemui selepas acara diskusi publik bertema "Reshuffle Kabinet, Haruskah?" di kantor LSM Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Jakarta pada Selasa (19/5) mengatakan, Harkitnas jangan hanya jadi ajang seremonial dan retorika belaka.
"Harapannya, agar kita lebih introspeksi dan memaknai Harkitnas, dengan kesadaran untuk benar-benar bangkit dan berjuang demi kebangkitan bangsa, jangan hanya retorika dan seremonial belaka," kata Effendi yang sekarang duduk sebagai anggota DPR RI itu.
Sementara itu, Ketua Program Pascasarjana Komunikasi Universitas Jayabaya, Lely Arrianie menyatakan, peringatan Hari Kebangkitan Nasional 2015 yang jatuh Rabu (20/5) hari ini, semestinya dapat menjadi momentum bagi segenap elemen bangsa untuk melakukan konsolidasi nasional.
"Seharusnya peringatan Hari Kebangkitan Nasional dapat menjadi momentum konsolidasi nasional, bagi mereka tokoh yang mengaku dirinya seorang negarawan," kata Lely saat dihubungi di Jakarta, Selasa (19/5) malam.
Lely mengingatkan, konteks Hari Kebangkitan Nasional di era penjajahan berbeda dengan masa kini. Dulu rakyat Indonesia menghadapi bangsa asing yang menjadi penjajah, sedangkan kini penjajah itu adalah orang atau kelompok dengan kepentingan politik yang sempit.
"Penjajah itu kini adalah jiwa-jiwa yang terbelanggu oleh kepentingan politik individu, dan kelompok yang sempit, sehingga apa pun yang dilakukan sering kali tidak mencerminkan bersatunya pikiran dan tindakan dalam berbangsa," katanya.
Lely memandang saat ini tidak sedikit tokoh yang menyebut dirinya anak bangsa, bahkan latah menyebut dirinya negarawan, tapi sikap dan perilaku politiknya tidak mencerminkan hal tersebut.
Tokoh-tokoh itu menurut dia, patut mengambil momentum Hari Kebangkitan Nasional ini sebagai pembuktian kenegarawanannya. (Ant)
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...