Pengamat: Indonesia Belum Miliki Peta Ketahanan Pangan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Inflasi di sektor pangan terjadi apabila sebuah daerah tidak memiliki ketahanan pangan sehingga banyak mendatangkan bahan makanan atau minuman dari luar daerahnya. Indonesia sebaiknya memiliki peta ketahanan pangan mencegah terjadi inflasi pada sektor pangan.
“Saat ini jangan sampai terjadi inflasi pangan karena yang rugi kan kalangan bawah,” kata pengamat ekonomi dari CORE (Center Of Reform on Economics) Indonesia, Hendri Saparini dalam Dialog Investasi menjadikan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sebagai Daya Ungkit Pertumbuhan Investasi, di Gedung Nusantara, Kompleks Badan Koordinasi Penanaman Modal, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (19/5).
Menurut Hendri, inflasi pangan terjadi karena petani kesulitan menyetor atau menjual bahan pangan ke Badan Urusan Logistik (Bulog) di tingkat Divre (Divisi Regional/ tingkat provinsi) atau Subdivre (Sub Divisi Regional/ tingkat kabupaten kota) mereka lebih memilih menjualnya ke pedagang lokal. “Nah paradigma seperti itu kan diluruskan,” kata Hendri.
Beberapa waktu lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Sektor pertanian memberikan kontribusi pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 0,5 persen. Pertanian juga mempunyai daya yang serap tinggi untuk sektor tenaga kerja. BPS mencatat terdapat 40.12 juta orang yang menjadikan pertanian sebagai pekerjaan utama sampai Februari 2015. Sejak 2005, perkembangan jumlah tenaga kerja menunjukkan kecenderungan tetap pada kisaran 40 hingga 42 juta orang.
Presiden Jokowi telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk harga Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp 3.700 per kilogram.
NTP (Nilai Tukar Petani) tanaman pangan juga turut dipengaruhi dengan perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akhir-akhir ini naik dan turun, sehingga inflasi perdesaan dipengaruhi oleh indeks kelompok transportasi dan komunikasi.
“Bulog harus bekerja sama dengan pemerintah daerah mengenai mekanisme pengendalian ke pedagang siapa yang untung,” kata Hendri.
"Apapun ceritanya, jangan sampai kita impor beras. Jika pemerintah impor beras, maka NTP akan semakin jatuh. Petani pangan yang mayoritas mengandalkan padi, akan semakin miskin," dia menambahkan.
Editor : Eben Ezer Siadari
Bangladesh Minta Interpol Bantu Tangkap Mantan PM Sheikh Has...
DHAKA, SATUHARAPAN.COM-Sebuah pengadilan khusus di Bangladesh pada hari Selasa (12/11) meminta organ...