Pengamat: Investasi Listrik dan Energi Seharusnya Jadi Pendukung
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Apabila pemerintah menggenjot infrastruktur pada sektor listrik dan energi, seperti salah satu sektor yang dicita-citakan dalam Nawa Cita rancangan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yakni pembangunan pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW) dan tol laut, sesungguhnya pemerintah melupakan kesinambungan ekonomi pertanian yang ada di bawah. Pemerintah alangkah baiknya memulai kebijakan dengan mengimplementasikan terlebih dahulu sektor prioritas seperti industri padat karya dan pertanian.
“Arah investasi listrik dan energi itu seharusnya hanya menjadi pendukung, karena itu seharusnya investasi penunjang bukan yang prioritas, jadi kalau tujuan sektor investasinya itu pertanian, ya harus dahulukan alat-alat pertanian, dan pemerintah harus ada upaya ke sana,” kata pengamat ekonomi dari CORE (Center Of Reform on Economics) Indonesia, Hendri Saparini dalam Dialog Investasi menjadikan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sebagai Daya Ungkit Pertumbuhan Investasi, di Gedung Nusantara, Kompleks Badan Koordinasi Penanaman Modal, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (19/5).
35.000 MW Bagian Dari NawaCita
Pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW merupakan salah satu program strategis pemerintah untuk mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla mendelegasikan wewenang tentang wacana 35.000 MW ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2015 dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), mengawal PLN dalam mewujudkan Program 35.000 MW.
Amanat Presiden itu antara lain menegaskan, Pemerintah harus memberikan kemudahan administrasi agar tidak menghambat kegiatan investasi. Penegasan tersebut tentu sangat membantu dan memudahkan tugas PLN, sebagai perpanjangan tangan negara, dalam memenuhi kebutuhan listrik rakyat Indonesia.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2015 diterbitkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014
Hendri menambahkan bahwa saatnya Indonesia berangkat dari sebuah sistem yang mendefinisi ulang investasi. “Nah ini mugkin mapping (pemetaan) investasi pemerintah ini harus jalan, jadi siapa semestinya yang harus membuat mapping di setiap sektor investasi,” kata Hendri.
Hendri kemudian mempertanyakan pemerintah saat ini yang terlihat lebih banyak memperhatikan infrastruktur, namun tidak melihat sektor pendidkan dan kesehatan. “Itu yang sekarang belum saya temukan,” Hendri menjelaskan.
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...