Pengamat: Politik Transaksional Semakin Menguat
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Politik transaksional saat ini semakin menguat, seiring dengan feodalisme baru dalam ranah politik lokal maupun nasional, kata pengamat politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Ari Dwipayana.
"Tradisi politik feodalisme bisa dilihat dari hadirnya politik patronase di tubuh parpol, pemunculan dinasti dalam politik lokal atau proses `electoral` di daerah, dan gejala putra mahkota," katanya di Yogyakarta, Rabu (30/10).
Menurut dia, beberapa ciri dari politik feodalisme antara lain pemimpin ditempatkan sebagai patron yang dipuja dan memiliki segalanya, serta tidak ada pemisahan yang tegas antara yang personal dan yang publik.
Selain itu, oposisi terhadap sang patron adalah pembangkangan. Oposisi dianggap bukan penyeimbang dalam bertindak, melainkan ekspresi paling nyata dari ketidakpatuhan.
Ia mengatakan dalam tradisi feodalisme restu atau legitimasi sang patron menjadi sangat penting. Siapa yang direstui oleh patron menjadi penerusnya akan mempunyai bobot penerimaan yang sangat kuat di lingkaran elit.
"Dalam tradisi kekuasaan proses regenerasi politik biasanya tidak pernah berjalan jauh dan hanya di lingkaran kecil keluarga inti," katanya.
Menurut dia, politik pewarisan bisa ditemukan pada proses ketergantungan elit politik terhadap kehadiran patron atau pewarisnya. Politik pewarisan itu bisa kuat karena elit memiliki mitos bahwa pewaris mempunyai kualitas yang sama dengan figur yang diwarisinya.
"Namun, bisa jadi hal itu merupakan strategi elit untuk mencari bentuk koeksistensi damai," kata dosen Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM ini.
Ia mengatakan kehadiran feodalisme baru dalam politik Indonesia itu mengingatkan pentingnya melihat kembali proses demokratisasi. Artinya, proses demokratisasi harus memungkinkan transformasi dari kultur "kawula" atau klien menjadi kultur warga negara.
"Kehadiran neofeodalisme sebenarnya bukan hal yang baru, dan bisa ditelaah dari munculnya kegagalan eksperimentasi demokrasi liberal pada era 1950-an," katanya. (Antara)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...