Pengamat: Rekonsiliasi KMP-KIH Jangan Sampai Tumpulkan DPR
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Hidayatullah Pangi Syarwi Chaniago mengatakan rekonsiliasi yang terjalin antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat (KMP-KIH) di DPR merupakan realitas politik yang harus terjadi ketika berbicara mengenai kekuasaan.
Menurut dia, hal tersebut sesuai dengan pendapat ilmuwan politik asal Amerika Serikat, Harold D Lasswell, yang mengatakan who says what, to whom, to which channel and with what effect (siapa mengatakan apa, kepada siapa, melalui apa, dan membawa dampak apa).
“Rekonsiliasi KMP-KIH adalah realitas politik yang harus terjadi ketika berbicara kekuasaan,” kata Pangi kepada satuharapan.com, saat dihubungi lewat sambungan telepon, Selasa (11/11).
“Kalau dapat apa, ternyata ada titik temu... selama ini (mereka) berkonflik sangat memalukan dengan lelucon politik yang tidak menarik, seperti anak-anak tak dapat permen. Artinya mereka memang bicara mengenai kekuasaan, bukan konflik karena memperjuangkan aspirasi rakyat,” dia menambahkan.
Namun, kata dia, hal tersebut terjadi setelah sekian lama kedua kubu merugikan rakyat,dengan tidak memikirkan kepentingan bangsa dan lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri, kelompok, dan jabatan.
“Sebenarnya ini tidak salah, karena keterwakilan itu penting, dan mereka memperjuangkan kursi pemimpin di DPR yang disapu bersih oleh KMP,” ujar Pangi.
Pengamat politik dari UIN Hidayatullah itu pun berpandangan rekonsiliasi KMP-KIH terjadi sebagai jalan tengah yang mengakomodasi kepentingan politik. Namun, ia berpendapat dinamika dan gesekan politik di DPR akan tetap berlangsung pada hari mendatang, tinggal bagaimana masing-masing fraksi mampu mengakomodasi hak mereka, karena dalam koalisi pun bisa terjadi konflik.
“Kita senang melihat mereka tidak melihat kepentingan diri sendiri dan mampu mengurangi egoisme politik yang membabi buta itu. Tapi masyarakat lebih senang mereka berkonflik dengan alasan memperjuangkan aspirasi rakyat, daripada konflik karena bagi-bagi kursi seperti kemarin,” kata dia.
Jangan Lupa Fungsi DPR
Sementara itu, pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun juga ikut mengapresiasi rekonsiliasi yang terjalin antara KMP-KIH. Menurut dia, KIH mengambil langkah maju dan mapan dalam berpolitik, artinya semakin rasional untuk merespon perubahan.
“Tentu saja, rekonsiliasi ini terjadi karena ada musyawarah antara dua kubu dengan pemimpin DPR,” kata dia.
Meski begitu, ia berharap rekonsiliasi yang terjalin ini tidak lantas menghentikan sikap politik DPR sebagai lembaga yang memiliki tiga fungsi, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan. “Karena bahaya bila ke depannya DPR menjadi ‘yes man', bisa sama dengan zaman Orde Baru, DPR harus tetap mengkritisi dan mengawasi kebijakan pemerintah agar tetap sesuai dengan konstitusi,” kata Ubedilah.
“Jangan samakan rekonsiliasi ini dengan fungsi DPR, rekonsiliasi itu bentuk kematangan politik tapi fungsi DPR tak boleh tumpul,” dia menjelaskan.
Pengamat Politik UNJ itu pun memberi contoh dalam sebuah masalah potensial, seperti fungsi anggaran dalam pembahasan Bahan Bakar Minyak (BBM), dimana kemungkinan terjadi perdebatan. “Bahkan di dalam koalisi saja bisa pecah, contohnya dalam rencana kenaikan harga BBM sekarang, Politisi PDI Perjuangan Effendi Simbolon berbeda pandangan dengan kader PDI Perjuangan lainnya,” ujar dia.
Selanjutnya, perbedaan pandangan itu, menurut Ubedilah bisa terjadi lagi dalam pengawasan pemerintahan, penyusunan anggaran, serta penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...