Pengawas AS: Taliban Tidak Berhak Atas Dana Afghanistan Miliaran Dolar AS
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Pengawas bantuan Amerika Serikat untuk Afghanistan mengatakan Taliban tidak memiliki hak hukum atas dana miliaran dolar yang disisihkan untuk negara tersebut karena mereka tidak diakui sebagai pemerintahnya dan sedang dikenai sanksi.
Dalam laporan terbarunya yang dikeluarkan pada hari Jumat (31/1), Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan juga mengatakan pemerintahan dan Kongres Presiden Donald Trump mungkin ingin memeriksa pengembalian hampir US$4 miliar yang dialokasikan untuk Afghanistan ke "penahanan dan kendali" pemerintah AS.
Pada tahun 2022, AS mentransfer US$3,5 miliar aset bank sentral Afghanistan yang sebelumnya dibekukan di Amerika ke Dana untuk Rakyat Afghanistan yang berbasis di Swiss. Dana tersebut telah tumbuh menjadi hampir US$4 miliar sejak saat itu, menurut inspektur jenderal.
Meskipun tidak ada pembayaran yang menguntungkan warga Afghanistan, dana tersebut ditujukan untuk melindungi dan menstabilkan ekonomi atas nama mereka.
"Taliban menginginkan dana ini meskipun mereka tidak memiliki hak hukum atas dana tersebut karena mereka tidak diakui oleh Amerika Serikat sebagai pemerintah Afghanistan, masuk dalam daftar Teroris Global yang Ditunjuk Khusus AS, dan berada di bawah sanksi AS dan PBB," kata laporan itu.
Laporan tersebut menyusul keputusan Trump untuk membekukan bantuan asing selama 90 hari sambil menunggu peninjauan untuk menentukan apakah bantuan tersebut sejalan dengan tujuan kebijakannya.
Menurut laporan tersebut, AS telah menghabiskan hampir US$3,71 miliar di Afghanistan sejak menarik diri dari negara itu pada tahun 2021. Sebagian besar telah diberikan kepada badan-badan PBB.
Laporan tersebut mengatakan bahwa masih ada US$1,2 miliar lagi yang tersedia dalam proses pencairan.
Bantuan kemanusiaan AS mungkin telah "mencegah kelaparan" dalam menghadapi keruntuhan ekonomi, tetapi hal itu tidak menghalangi Taliban untuk menyandera warga Amerika, mencabut hak-hak perempuan dan anak perempuan, menyensor media, membiarkan negara tersebut menjadi "tempat berlindung yang aman bagi teroris," dan menargetkan mantan pejabat pemerintah Afghanistan, imbuh lembaga pengawas tersebut.
AS tetap menjadi donor terbesar bagi Afghanistan, tetapi laporan tersebut mengatakan banyak uang yang dikenai pajak atau dialihkan.
"Semakin jauh uang tunai itu dari sumbernya, semakin sedikit transparansinya," kata Chris Borgeson, wakil inspektur jenderal untuk audit dan inspeksi di lembaga pengawas tersebut, kepada The Associated Press Agustus lalu. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kiat Latihan Angkat Beban untuk Pemula
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pelatih kebugaran Jansen Ongko menekankan fokus menguasai teknik gerakan ...