Penggemar Berat
Pemujaan berlebih saya terhadap rasa aman di pekerjaan membuat saya lupa akan passion sebenarnya.
SATUHARAPAN.COM – Sore hari pada 11 September 2015, saya pergi ke mal kota kasablanka dengan tujuan menikmati makan malam di sana. Saat hendak melangkah memasuki mal, saya tertegun melihat ratusan kerumunan, mayoritas gadis remaja, berdiri di depan mal dengan gelisah dan kamera ponsel dalam kondisi siaga. Ternyata, mereka sedang menunggu Bangtan, boys band asal Korea.
Tepat saya berada di kerumunan, beberapa orang berteriak menunjuk pada sebuah mini bus dari anggota band tersebut yang hendak memasuki kawasan mal. Dengan berakhirnya teriakan tersebut, kondisi spontan berubah. Gadis remaja itu tidak terkendali. Mereka berlari ke arah bus tersebut sambil berteriak histeris. Para gadis agaknya tidak peduli dengan keadaan diri dan sekitarnya. Pertama, mereka lupa bahwa sebagai gadis ada batas-batas yang seharusnya dijaga di ruang publik. Kedua, beberapa gadis berseragam sekolah lupa bahwa mereka memakai sepatu hak tinggi yang seharusnya tidak memungkinkan mereka berlari.
Saya sungguh merasa takut. Badan saya tersenggol dan kaki saya terinjak sampai beberapa kali. Tiba-tiba bayangan mengenai berita orang terinjak pada kerumunan memaksa saya berusaha untuk keluar dari tempat tersebut dengan segera. Sekitar 15 menit berusaha, saya akhirnya berhasil keluar dari kerumunan tersebut. Rasa takut dan lega bergantian hinggap sampai saya ingin menangis.
Saya tidak pernah membayangkan bahwa saya akan ketakutan dengan para gadis remaja. Bayangan saya mengenai gadis remaja adalah orang-orang yang sangat menjaga penampilan dan citra dirinya saat berada di tempat umum. Hari itu saya melihat wajah lain dari mereka. Kecintaan dan pemujaan mereka kepada boys band asal Korea menerabas identitas yang selama ini melekat dalam diri mereka.
Tidak hanya mereka, saya pun begitu. Hanya saja bukan terhadap boys band. Saya pun sering ”berlari” tanpa arah untuk mengejar sesuatu yang saya puja dengan berlebih dan lupa akan diri saya yang sebenarnya bahkan lingkungan sekitar.
Contoh, pemujaan berlebih saya terhadap rasa aman di pekerjaan membuat saya lupa akan passion sebenarnya. Saya takut berhenti bekerja untuk mengejar passion saya. Contoh lain, pemujaan berlebihan saya terhadap ponsel pintar terkadang membuat saya lupa bahwa sedang berkumpul bersama teman atau keluarga tercinta, bahkan lupa bersaat teduh. Di Indonesia, pemujaan berlebihan terhadap uang dan kekuasaan memunculkan begitu banyak kasus korupsi dan politik kotor.
Bagaimana dengan Anda? Jangan biarkan pemujaan berlebihan terhadap sesuatu membuat kita lupa akan diri kita, teman, keluarga, Tuhan, bahkan sampai berbuat kejahatan.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...