Pengungsi Chad Ungkapkan Penderitaan di Afrika Tengah
NDJAMENA, SATUHARAPAN.COM - Para pengungsi Chad yang melarikan diri dari kekacauan di Republik Afrika Tengah pada hari Minggu (29/12) menceritakan penderitaan yang mereka lalui ketika diserang dan diancam oleh massa yang marah saat negara tersebut masuk dalam kekerasan sektarian.
Mereka hendak membunuh suami saya di depan tokonya, kemudian menjarah toko, kata Mariam Moussa (40) kepada AFP menceritakan penderitaannya di Bangui setelah militer Chad membawanya ke Ndjamena.
Saya lahir di Afrika Tengah, saya tidak tahu siapa pun di Chad, apa yang harus saya lakukan? kata dia mengeluh.
Moussa menemukan tempat penampungan sementara di salah satu dari tiga pusat penerimaan yang bermunculan di ibu kota Chad untuk mengakomodasi pengembalian paksa itu.
Ketika mereka menyerang rumah kami, saya lari dan menghabiskan waktu empat hari di sebuah masjid dan dua hari di bandar udara sebelum naik pesawat ke Ndjamena, kata dia menjelaskan.
Dia harus meninggalkan putrinya karena gadis berusia 15 tahun tersebut sedang mengunjungi temannya di dekat ibu kota Republik Afrika Tengah. Saya belum mendengar kabar darinya dan saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan.
Warga sipil Chad meninggalkan negara itu dalam konvoi darat dan penerbangan yang dilakukan Pemerintah Chad. Menurut Menteri Sosial Chad, Rosine Baiwong Djibergui, lebih dari 5.000 warga Chad (sejauh ini) dipulangkan ke Ndjamena dari Republik Afteng. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak, wanita, dan orang tua.
Sekitar 8.000 orang dipulangkan ke Chad selatan melalui konvoi darat. Eksodus massa itu belum pernah terjadi sebelumnya meskipun ada sejarah panjang kekerasan di bekas jajahan Prancis tersebut. (AFP)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...