Pengungsi Suriah di Libanon Mengalami Pelecehan Seksual
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM - Para perempuan Suriah yang mengungsi akibat perang di negaranya telah menjadi korban pelecehan secara seksual oleh majikan, tuan tanah dan pihak lain di Lebanon. Hal itu memperparah penderitaan mereka yang telah meninggalkan rumah untuk mencari keselamatan.
Hal itu diungkapkan Human Right Watch, hari Rabu (27/11). Dalam laporan itu disebutkan sebagian besar insiden telah dilaporkan kepada otoritas lokal, karena para perempuan itu takut pembalasan oleh pelaku atau mereka ditangkap karena tidak memiliki izin tinggal yang sah.
"Para perempuan itu melarikan diri menghindari pembunuhan dan kehancuran di Suriah akibat perang. Mereka mencari tempat yang aman, bukan untuk mendapatkan pelecehan seksual di Lebanon," kata Liesl Gerntholtz, Direktur HRW dimana lembaga ini berbasis di New York. Amerika Serikat.
Lebanon adalah penerima terbesar pengungsi dari Suriah akibat perang sipil yang berlangsung hampir tiga tahun. Perang telah menewaskan lebih dari 100.000 orang dan menelantarkan jutaan warga negara itu. Ada sekitar 4,5 juta orang yang terlantar di negeri itu, dan hamper 1,5 juta mengungsi di berbagai negara tetangga.
Lebanon telah membuka untuk para pengungsi , namun ada ketegangan di antara pengungsi dan penduduk setempat. Para pengungsi Suriah sering menghadapi permusuhan dan diskriminasi, dan mereka sering dituduh sebagai penyebab meningkatnya kasus perampokan dan dituduh merebut pasar kerja.
Kelompok pegiat HAM tersebut mengatakan bahwa para pengungsi perempuan sangat rentan terhadap eksploitasi oleh tuan tanah dan pengusaha setempat.
Ninette Kelley, dari perwakilan badan pengungsi PBB di Lebanonmengatakan bahwa lembaganya menerima lebih dari 500 kasus perempuan yang mengalami pelecehan seksual atau dieksploitasi di Lebanon.
"Kita tahu bahwa angka-angka itu tidak sepenuhnya akurat, karena banyak yang tidak mengungkapkan insiden yang dialami, dan takut akan risiko jika kasusnya terbuka," kata dia seperti dikutip ahram.org.eg.
Tidak Percaya
Human Rights Watch menyebutkan mewawancarai selusin perempuan yang menceritakan tubuh mereka meraba-raba, dilecehkan, dan dipaksa untuk melakukan hubungan seks. Delapan dari perempuan janda, belum menikah, atau tinggal di Lebanon tanpa suami mereka. Semuanya terdaftar sebagai pengungsi UNHCR..
Salah satu di antara perempuan itu datang dari Damaskus dan diidentifikasi dengan nama depannya Hala. Dia mengalami pelecehan seksual atau percobaan eksploitasi di sembilan dari 10 rumah tangga di mana dia telah bekerja di pinggiran kota Beirut untuk menghidupi dirinya dan keempat anaknya.
Hala sekarang menolak tawaran pekerjaan, dan memilih bergantung pada bantuan dari sebuah gereja. Dia tidak melaporkan kejadian kepada pihak berwenang di Libanon atau PBB, karena dia tidak percaya bahwa mereka akan membantunya.
Perempuan lainnya, Zahra (25 tahun) dari Homs pernah dipakksa untuk melakukan hubungan sek oleh majikannya di Lebanon Utara. Dia bekerja pada orang it pada sebuah toko pakaian. Dia meninggalkan pekerjaan itu dan pindah ke toko lain, namun dia juga dilecehkan secara seksual oleh dua pemilik toko lain itu.
Setelah insiden ketiga, ia menjadi tertekan dan berhenti bekerja. Zahra melaporkan salah satu kejadian ke petugas sosial UNHCR, yang kemudian menawarkan perlindungan. Dia tidak bisa melaporkan kejadian kepada pihak berwenang setempat, karena dia dan keluarganya tidak memiliki izin tinggal yang sah "Saya tidak bisa pergi ke polisi, karena izin saya berakhir, dan saya tidak punya uang untuk memperbaharui," kata dia.
"Instansi pemerintah dan bantuan perlu membuka mata terhadap kasus mereka yang mengalami pelecehan seksual dan eksploitasi, dan harus melakukan segala daya untuk menghentikannya," kata Gerntholtz.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...