Pengunjuk Rasa di Taiwan Bunuh Diri Dalam Tahanan
TAIPEI, SATUHARAPAN.COM – Seorang mahasiswa pengunjuk rasa, Lin Kuan Hua (20), yang ditangkap pemerintah Taiwan setelah membobol kementerian pendidikan pekan lalu, melakukan aksi bunuh diri.
Menurut channelnewsasia.com, pada Kamis (30 Juli) unjuk rasa dilakukan sebagai penolakan atas kurikulum sekolah yang berbau “Tiongkok-sentris” di negara pulau itu.
Para pengunjuk rasa menuntut Menteri Pendidikan Taiwan, Wu Se Hwa membuat pernyataan atas kematian Lin sebagai bentuk pernyataan resmi protes pemerintah Taiwan yang menolak kurikulum tentang sejarah Taiwan yang melenceng, kurikulum tersebut diperuntukkan bagi sekolah tinggi.
“Kerabat dari Lin menyatakan bahwa Lin sedang dalam mood yang buruk tadi malam (Rabu (29/7)) setelah pulang dari pertemuan tentang pelayanan pendidikan perubahan kurikulum," kata sebuah pernyataan dari kementerian.
Pada pekan lalu 30 pengunjuk rasa yang memprotes perubahan kurikulum ditangkap. Tiga wartawan juga ditahan.
Media lokal melaporkan bahwa Lin, yang putus sekolah pada bulan Juni, berada di antara mereka. Semua menghadapi tuduhan melanggar tempat pemerintah dan menyebabkan kerusakan.
Ibunda Lin meminta pengunjuk rasa lainnya tidak mengikuti cara dan aksi mendiang Lin.
"Saya berharap semua anak-anak yang terlibat dengan diskusi kurikulum akan mengekspresikan pendapat mereka melalui saluran yang tepat. Saya tidak ingin melihat insiden lain terjadi seperti Kuan-hua," kata ibunda Lin.
Dia tidak memberikan petunjuk mengapa Lin melakukan bunuh diri, karena Lin tidak menunjukkan tanda-tanda akan meninggal dunia. “Dia telah bahagia di sana, biarkan dia hidup dalam ingatan kita," kata dia.
Menteri Pendidikan mengunjungi keluarga Lin dan menyampaikan duka cita.
"Kami benar-benar menyesalkan insiden ini dan bahwa kita tidak bisa menghentikan hal ini terjadi," kata Wu. "Sengketa ini telah berlangsung untuk sementara waktu. Ini ada hubungannya dengan sejarah dan bahkan identitas nasional (Taiwan),” kata dia.
Protes mahasiswa datang pada saat ketegangan tinggi karena muncul kekhawatiran Tiongkok mengerahkan pengaruh yang lebih besar atas Taiwan.
Taiwan berpisah dari Tiongkok pada tahun 1949 setelah perang sipil di daratan, namun Tiongkok masih melihat itu sebagai bagian dari wilayahnya menunggu reunifikasi, jika perlu dengan kekuatan.
Partai Kuomintang (KMT) telah mengukuhkan pemulihan hubungan dengan Tiongkok, sejak Tiongkok masih dipimpin presiden Ma Ying-jeou pada 2008.
Partai oposisi utama – Partai Progresif Demokratik (DPP) – menuduh KMT menjadi pembunuh berdarah dingin. Partai tersebut sejak lama mengobarkan provokasi kepada mahasiswa tentang membatalkan perubahan kurikulum.
Huang Kun Hui, Ketua Anti reunifikasi Tiongkok-Taiwan, terkejut dan sedih dengan kematian itu. Dia menuntut menteri pendidikan segera bertanggung jawab atas kematian siswa tersebut, dan sedapat mungkin menteri pendidikan untuk mengundurkan diri.
Ikuti berita kami di Facebook
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...