Pengusaha Butuh Kepastian Soal Larangan ODOL
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar menilai pelaku butuh kepastian terkait mundurnya kembali pemberlakuan larangan angkutan barang kelebihan muatan dan dimensi atau ODOL.
“Dari saya pribadi, mewakili Kadin dan Apindo, apapun keputusan itu jangan kemudian separuh-separuh begitu, kaya tadi misalkan ini, kemudian nanti adalagi yang dikecualikan dan segala macam, ini termasuk juga penerapan penegasannya di lapangan juga,” kata Sanny saat ditemui usai konferensi pers Rakor dan Sinkronisasi ODOL di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat, Jakarta, Senin (24/2).
Ia menjelaskan pelaku usaha tengah menunggu kepastian peraturan serta pemberlakuan ODOL ini, termasuk menyesuaikan spesifikasi truk yang sesuai.
“Karena terus terang saja, sekarang ini pengusaha truk menunggu karena kalau dia beli kendaraan sesuai konfigurasi yang sesuai standar perusahaan, dan itu diterapkan, dia rugi, dia kalah bersaing dengan yang lainnya yang masih nakal, yang masih kucing-kucingan, yang masih suka jalan di malam hari,” katanya.
Karena itu, Sanny menegaskan pihaknya butuh kepastian agar pelaku usaha tidak merugi.
“Jadi kata kuncinya itu perlu adanya kepastian, penetapan ini, dan jangan berubah-ubah. Kalau berubah-ubah, mohon maaf pelaku usaha yang tertib itu dia dirugikan, dan lain kali dia enggak mau ikuti aturan, dia nunggu saha sampai berul-betul ada kepastian,” katanya.
Pemerintah telah memutuskan untuk menunda pemberlakuan larangan ODOL dari 2022 menjadi 1 Januari 2023 dengan pertimbangan lesunya ekonomi yang dipicu virus corona dan bayang-bayang resesi.
Selain itu, masih ada industri yang masih diberi keleluasaan dari aturan tersebut, seperti pulp dan kertas, keramik, semen, baja, kaca lembaran, beton ringan dan air minuman kemasan.
Menurut Sanny, masalah ODOL ini sudah tidak seharusnya ada kompromi karena sudah sampai ke membahayakan keselamatan.
“Sebetulnya terkait ODOL ini kalaupun dikatakan ada pelanggaran yang tidak sesuai standar, ini ada yang memang sangat berlebihan dalam arti kendaraan di jalan itu yang sampe over dimensinya luar biasa ya, sampai membahayakan keselamatan. Itu kalo menurut kami harusnya sudah enggak ada kompromi, karena itu kan pilihannya bukan cuma masalah membebani konstruksi jalan, namun sudah menganggu keselamatan,” katanya.
Selain itu, menurut dia, juga perlu dipastikan pelarangan di jalur mana saja, karena seperti yang disebutkan pemerintah mulai dari Tanjung Priok hingga Bandung dilarang untuk truk ODOL.
“Apakah itu dikaitkan yang di ruas Priok sampai Bandung tadi, ini yang kayaknya mesti di klarifikasi. Dan klarifikasinya perlu dari Kemenperin dan Kementerian PUPR juga karena kalo Priok-Bandung tadi kan dilarang total, tidak membedakan industrinya,” katanya.
Sunny mengungkapkan memang dari industri pulp dan kertas apabila diberlakukan larangan ODOL, biaya logistik akan bertambah 30 persen.
“Jadi ada, masing-masing industri juga punya perhitungan sendiri-sendiri,” katanya. (Ant)
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...