Sri Mulyani Tegaskan Belum Ada Pencabutan GSP
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa belum ada pencabutan fasilitas pengurangan bea masuk atau Generalized System of Preferences (GSP) meskipun Indonesia telah dikeluarkan dari daftar negara berkembang.
“GSP masih belum ditetapkan jadi kita akan tetap lakukan upaya terbaik untuk tetap mendapat GSP itu,” katanya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (24/2).
Sri Mulyani menuturkan sebenarnya kebijakan Office of the US Trade Representative (USTR) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tersebut lebih berdampak pada bea masuk anti-subsidi atau Countervailing Duties (CVD).
“Kalau dilihat dari pengumuman itu lebih ke Countervailing Duties (CVD). Saya rasa dan harap hanya spesifik mengenai CVD,” ujarnya.
Sri Mulyani menyebutkan selama ini yang menikmati fasilitas CVD hanya lima komoditas sehingga jika itu dicabut maka tidak terlalu memberikan dampak besar pada sektor perdagangan Indonesia.
“Selama ini di Indonesia hanya lima komoditas yang menikmati jadi enggak terlalu besar pengaruhnya ke perdagangan kita. CVD berbeda dengan GSP jadi enggak ada hubunganya dengan berbagai hal lain,” katanya.
Ia menjelaskan dalam menghadapi hal tersebut maka pemerintah akan meningkatkan daya saing, produktivitas, dan konektivitas Indonesia mengingat sudah masuk sebagai negara berpendapatan menengah ke atas.
“Produktivitas, compotitiveness, dan connectivity karena itu semua yang akan menciptakan cost of production yang lebih efisien,” jelasnya.
Senada dengan Sri Mulyani, Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman juga mengatakan dampak pencabutan itu tidak ada hubungannya dengan GSP.
“Dampaknya itu tidak ada hubungannya secara langsung dengan GSP. Jadi dua hal yang terpisah (GSP dan CVD) itu saya dapat konfirmasi dari USTR,” katanya.
Rizal menuturkan tim teknis dari pihak USTR berencana akan berkunjung ke Indonesia sekitar pada 8 Maret mendatang untuk membicarakan GSP yang pembahasannya akan masuk tahap kesimpulan.
“Sudah hampir conclusion jadi Insha Allah tidak terlalu lama lagi bisa diumumkan. Minggu depan tanggal 8 Maret akan datang untuk finalisasi mudah-mudahan ada berita positif (GSP),” katanya.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) juga mengatakan bahwa fasilitas pemotongan bea masuk impor (GSP) asal Indonesia belum dicabut setelah Amerika Serikat (AS) tidak lagi memasukkan RI dalam daftar negara berkembang.
"Tidak ada hubungannya dengan GSP, tidak memberi pengaruh kepada pencabutan GSP Indonesia karena menurut Amerika (naik kelas) itu hanya hubungannya ke WTO," kata Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Widjaja Kamdani dalam peluncuran P4G di Kantor Bappenas, Jakarta, Senin (24/2)
Saat ini, lanjut dia, kebijakan perdagangan AS yang disebut Generalize System of Preference (GSP) masih ditinjau dan Indonesia masih menunggu keputusan pemerintahan Presiden Donald Trump.
Adapun yang ditinjau kembali dalam GSP, kata dia, di antaranya terkait data dan akses pasar.
Sedangkan, AS yang tidak memasukkan Indonesia dalam daftar negara berkembang, imbuh dia, itu terkait dengan negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyangkut subsidi.
Laman Kantor Pewakilan Dagang AS (USTR), menampilkan negara-negara berkembang dan negara terbelakang anggota WTO.
Dengan demikian, lanjut dia, meski Indonesia tidak lagi masuk daftar negara berkembang, pemotongan tarif bea masuk impor produk Indonesia ke AS belum dicabut.
"Untuk naik kelas tidak ada pengaruh ke GSP, tapi itu juga sekarang sedang di-review eligibilitynya, jadi masih menunggu keputusan AS," katanya. (Ant)
Cara Mengatasi Biduran dengan Tepat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin menjelaskan penyebab biduran, salah sa...