Penjelasan Ahok Soal Keterlibatan TNI dalam Penertiban
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyebut keterlibatan TNI dalam setiap penertiban yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bukanlah permintaan langsung darinya.
“Itu bukannya mau pakai TNI, Polri. Orang itu enggak ngerti. Di dalam peraturan, kalau Polisi Pamong Praja (Pol PP) selalu minta pendampingan (dari) Polri. Kalau Polri biasanya mereka minta pendampingan (dari) TNI. Jadi yang ngajuin TNI bukan kami sebetulnya. Itu bagian dari polisi,” kata dia di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, hari Rabu (11/5).
Menurutnya, keterlibatan TNI maupun Polisi dalam penggusuran dapat berfungsi sebagai pertahanan keamanan bagi Satpol PP ketika terjadi bentrokan dengan warga. Mereka dapat dijadikan sebagai saksi bila salah satu pihak ditahan karena menggunakan kekerasan.
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memberikan somasi atau teguran kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk tidak lagi terlibat dalam kasus-kasus penggusuran paksa oleh pemerintah daerah.
Dalam konferensi pers di Jakarta, hari Selasa (3/5) LBH menyebut penggusuran paksa yang melibatkan tentara merupakan bentuk pelanggaran HAM dan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bentuk intimidasi bagi para korban.
Pada 2015, LBH menangani kasus isu perkotaan dan masyarakat urban dengan jumlah korban mencapai 20.784 orang. Sebagian besar kasus tersebut adalah penggusuran paksa oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Dengan melibatkan TNI dalam rangka membantu proses penggusuran paksa secara aktif di DKI Jakarta mengisyaratkan Gubernur Basuki yang lahir dari rahim Reformasi telah membangkitkan lagi semangat-semangat Orde Baru," kata pengacara publik LBH Jakarta Alldo Fellix Januardy.
LBH Jakarta mencatat telah terjadi 113 kasus penggusuran paksa di Ibu Kota pada 2015. Dari jumlah tersebut, 65 kasus melibatkan TNI dalam penggusuran paksa.
Data tersebut belum termasuk penggusuran yang terjadi di 2016 seperti yang terjadi di Luar Batang, Jakarta Utara.
LBH menyatakan keterlibatan tentara dalam kasus penggusuran paksa bertentangan dengan Pasal 7 Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004 yang menyebutkan tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberi wewenang bagi pemda untuk menggunakan aparat TNI adalah UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial jo.
Berdasarkan Pasal 33 ayat (2) UU Penanganan Konflik Sosial, pemda wajib mengajukan permohonan bantuan terlebih dahulu untuk mengerahkan TNI kepada Presiden Republik Indonesia.
LBH menilai penggusuran paksa tidak masuk dalam definisi konflik sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ke-1 UU Penanganan Konflik Sosial dan sama sekali tidak termasuk dalam kriteria situasi yang diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan untuk menggunakan kekuatan TNI sebagaimana diatur di dalam Pasal 40 ayat (2) PP Penanganan Konflik Sosial.
Alldo juga mendesak TNI untuk tidak lagi terlibat dalam kasus penggusuran paksa sekaligus mengimbau agar jangan ada lagi penggusuran paksa rumah-rumah warga yang melibatkan TNI.
Editor : Eben E. Siadari
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...