Pentakosta: Kisah Komunikasi Iman
Dalam kisah Pentakosta tak ada bahasa yang unggul atau lebih hebat. Sebab Allahlah yang menciptakan bahasa.
Pada Hari Pentakosta keragaman bahasa tak lagi menjadi soal dalam komunikasi iman. Mengapa? Karena Roh Kudus memampukan para murid menyapa orang-orang Yahudi yang tinggal di perantauan itu dalam bahasa mereka masing-masing. Dalam kisah Pentakosta tak ada bahasa yang unggul atau lebih hebat. Sebab Allahlah yang menciptakan bahasa.
Bahasa tak lagi menjadi hambatan komunikasi karena Roh Kudus menyapa orang-orang tersebut dalam keberadaannya. Inilah prinsip utama komunikasi: menyapa orang dalam situasi dan kondisinya masing-masing. Komunikasi tak hanya menyangkut pikiran, juga perasaan. Komunikasi tak lagi hanya dipahami sebagai komunikasi otak, tetapi komunikasi hati. Inti komunikasi sejatinya adalah komunikasi antarhati.
Subronto Kusumoatmojo dalam Kidung Jemaat 233:2 dengan tepat mensyairkannya: ”Syukur pada-Mu, Roh Kudus, yang sudah memberi bahasa dunia baru yang sempurna dan suci.” Ada bahasa dunia baru, yaitu bahasa kasih.
Ya, bahasa kasih. Sehingga, ketika ada yang mengejek, ”Ah, orang-orang itu hanya mabuk saja!” (Kis. 2:13). Petrus tidak tergoda untuk marah, mengangkat pedang, dan membunuh mereka. Petrus juga tidak merasa minder. Dengan penuh percaya diri Petrus berkhotbah. Jelas ini perubahan radikal. Sebelumnya, Petrus adalah pribadi yang begitu cepat naik darah, sekaligus pengecut.
Pada hari Pentakosta, Roh Kudus menolong Petrus untuk tidak lagi terikat pada perasaan marah maupun takut. Dia menjadi manusia merdeka. Dan menerima ejekan tersebut dengan lapang dada karena mereka tak paham apa yang sesungguhnya terjadi. Bahkan, khotbahnya pun sangat terstruktur dan mudah dipahami.
Roh Kudus menolong Petrus untuk berkomunikasi. Roh Kudus menolong Petrus untuk mengomunikasikan apa yang tengah terjadi dalam diri para murid. Bahkan, Petrus pun mengutip Kitab Yoel. Di seluruh Perjanjian Baru, hanya di sinilah Kitab Yoel dikutip. Fakta ini bisa menjadi bukti dari karya Roh Kudus.
Petrus bukan Paulus yang ahli taurat, dan murid Gamaliel, dia bukan tipe orang sebagaimana Yohanes yang terdidik dan anak orang kaya, dia juga bukan Natanael yang senang dengan sejarah Israel. Petrus adalah nelayan biasa. Dan dia mengutip Kitab Yoel. Yoel bukanlah nabi besar! Dia bukan Yesaya, tetapi Petrus mengutipnya. Karya siapa? Inilah bukti karya Roh Kudus.
Roh Kudus adalah Roh Kebenaran, yang akan menyatakan kebenaran tentang Allah. Roh Kudus memampukan Petrus mengomunikasikan kebenaran Allah. Karena itu, penting bagi kita, umat percaya abad XXI, untuk selalu mau dibimbing Roh Kudus.
Dibimbing Roh Kudus berarti mau menjadikan Roh Kudus sebagai pusat kehidupan. Ketika manusia memusatkan dirinya pada Roh Kudus, dia dibebaskan dari roh perbudakan yang menyebabkan orang merasa takut. Ketakutan hanyalah manifestasi dari ketiadaan pimpinan Roh Kudus.
Dan untuk mengatasi ketakutan itu, baiklah kita bermadah: ”Jadikanlah semakin berseri iman dan pengharapan serta kasih yang bersih” (Kidung Jemaat 233:3). Ya, semakin berseri dalam dunia yang makin menakutkan.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...