Penulis Pengungsi Menikmati Sebagai Orang Bebas
CHRISTCHURCH, SATUHARAPAN.COM-Seorang pengungsi Kurdi-Iran yang menulis buku di telepon genggam ketika ditahan di sebuah kamp tahanan Australia telah merayakan sebagai orang bebas di Selandia Baru, pada hari Jumat pekan lalu, menurut AFP.
Penulis pemenang penghargaan bernama Behrouz Boochani itu berada di Christchurch, Selandia Baru untuk menghadiri festival sastra dan mendiskusikan karyanya yang berjudul "No Friend but the Mountains" yang dengan susah payah ditulis dan dikirimkan lewat WhatsApp ke penerbit.
Boochani, 35 tahun, menghabiskan lebih dari enam tahun di pusat penahanan Australia di pulau Manus, Papua Nugini. Dia ditangkap pada tahun 2013 di perairan Australia di atas kapal yang penuh dengan orang pencari suaka.
Bukunya itu telah memenangkan banyak penghargaan termasuk Hadiah Victoria untuk Sastra, kehormatan untuk karya sastra Australia. Buku itu menceritakan perjalanannya yang berbahaya dari Indonesia ke Australia dan penahanannya. Dia menggambarkan secara rinci kehidupan, kematian dan kesulitan yang dialami oleh para pengungsi.
"Ini adalah pertama kalinya saya merasa bahagia karena saya selamat," katanya kepada surat kabar Guardian setelah mendarat di Selandia Baru dengan paspor yang diselenggarakan oleh badan pengungsi PBB, UNHCR, dengan visa pengunjung Selandia Baru yang disponsori oleh Amnesty International.
Boochani mengatakan dia menghargai bisa berada di Christchurch yang dia tahu sebagai kota yang telah "mendidik dunia" dengan kebaikan dan kemanusiaan dalam menanggapi serangan mematikan di dua masjid tahun ini.
Diterima di AS
Dia mengatakan kepada Radio Selandia Baru bahwa mencari suaka di negara itu bukan masalah langsung saat dia fokus pada berbagi kisahnya, tetapi itu bisa diatasi nanti.
"Ini pertama kalinya saya bisa berjalan sebagai orang bebas, itu sebabnya saya lebih suka untuk tidak membicarakan hal ini lagi," katanya.
"Saya pikir akan butuh waktu untuk memahami kebebasan dan sepenuhnya memahami bahwa saya adalah orang yang bebas sekarang," tambahnya.
"Hanya sebentar, saya ingin berada di sini dan nanti kita akan melihat kemungkinan (suaka) itu, karena saya sudah diterima oleh Amerika, jadi untuk sekarang saya lebih suka fokus pada cerita ini dan membagikannya kepada orang-orang," kata Boochani .
Dia “lelah tetapi bahagia” setelah perjalanan panjangnya dari Port Moresby ke Selandia Baru, dan mengatakan dia menikmati kesegaran musim semi setelah berada di daerah tropis selama enam tahun.
Boochani mengatakan dia ingin melihat Selandia Baru berbuat lebih banyak untuk membantu sekitar 250 pencari suaka yang masih berada di Papua Nugini, meskipun tawaran Perdana Menteri Jacinda Ardern untuk mengambil 150 dari mereka telah ditolak oleh Canberra.
Hanya segelintir pencari suaka tetap berada di Manus setelah kamp yang dikelola Australia secara resmi ditutup dua tahun lalu, dengan yang lainnya dipindahkan ke ibu kota, Port Moresby.
Boochani melarikan diri dari Iran ke Indonesia pada 2013 ketika majalah Kurdi temoatnya bekerja dan menulis digerebek oleh militer karena menerbitkan artikel-artikel anti-pemerintah.
Dia kemudian membayar kelompok penyelundup manusia untuk membawanya ke Australia di mana kapalnya dicegat, dan dia ditempatkan di pusat Pulau Manus untuk para pencari suaka.
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...