Penyangga Lampu Termahal di Dunia
Kita perlu belajar menghargai orang lain dan juga menilai diri sendiri sebagaimana mestinya.
SATUHARAPAN.COM – Baru-baru ini diberitakan bahwa balai lelang Christie’s telah menjual sebuah karya seni berupa kerajinan keramik yang berasal dari era Dinasti Qing dengan nilai sekitar 10 miliar rupiah. Uniknya, karya seni yang seharusnya difungsikan sebagai tempat meletakkan topi tersebut, berada di rumah sebuah keluarga di Inggris selama 50 terakhir dan hanya difungsikan sebagai penyangga lampu meja. Wajar saja, karena keluarga tersebut membelinya dengan harga yang sangat murah pada 1953 ketika harga produk-produk kerajinan dan seni dari Tiongkok sedang dalam posisi jual terendahnya.
Melalui salah satu nabi-Nya, Tuhan pernah mengibaratkan hubungan antara Dia dan umat-Nya layaknya seperti seorang perajin gerabah atau keramik dengan karya seni dari tanah liat yang sedang dibuatnya. Tidak ada perajin yang membuat keramik dengan sembrono atau asal-asalan, melainkan ia telah merancangnya bahkan sejak di dalam pikiran. Ketika dalam proses pembuatan ada bentuk yang dirasanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka ia takkan segan-segan untuk menghancurkan keramik setengah jadi tersebut, lalu membentuknya lagi dari awal. Sang Perajin selalu memastikan, bahwa karyanya bermutu tinggi.
Manusia bukan hanya diciptakan Tuhan dengan nilai estetika terbaik sebagaimana ciptaan-ciptaan-Nya yang lain, melainkan lebih daripada itu, manusia diciptakan segambar dan serupa dengan-Nya. Itu sebabnya, manusia memiliki kemampuan-kemampuan yang unik dibandingkan dengan makhluk lainnya. Salah satu contoh: manusia memiliki kemampuan menciptakan bahasa untuk berkomunikasi. Kita tidak akan menemukan bukan cuma bahasa, melainkan juga dialek yang berbeda, antara sapi di Indonesia dan sapi di Amerika, atau antara ayam di Kenya dengan ayam di Singapura. Sebagaimana Tuhan berfirman, demikian pula manusia berkata-kata. Serupa, meski tak persis sama.
Sayangnya, tak jarang kita memperlakukan manusia lain dengan tidak semestinya, sama seperti keluarga dari Inggris yang menjadikan keramik bernilai tinggi hanya sebagai penyangga lampu meja. Kita juga mungkin sering memandang atau menilai diri kita tidak begitu mulia sebagaimana seharusnya. Bentuk tubuh dan wajah, kekayaan, status sosial, jabatan, dan tampilan fisik lainnya biasanya menjadi pijakan kita dalam menilai diri sendiri dan orang lain. Sayangnya, itu adalah pijakan yang salah, yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Kita perlu belajar untuk menghargai orang lain dan juga menilai diri sendiri sebagaimana mestinya: mulia dan sangat berharga. Sebagaimana Tuhan, Sang Perajin, memandang ciptaan-Nya.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Hamas: Syarat Baru Israel Menunda Kesepakatan Gencatan Senja...
JALUR GAZA, SATUHARAPAN.COM-Kelompok Hamas menuduh Israel pada hari Rabu (25/12) memberlakukan "...