Penyelesaian HAM Tak Cukup Rangkul-rangkulan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Setara Institute menilai, selama ini metode non-yudusial yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan kasus kejahatan hak asasi manusia (HAM) masa lalu kurang tepat. Menurut mereka, mekanisme pemerintah yang mengedepankan proses permohonan maaf dari pelaku kejahatan kepada korban bukan lah penyelesaian yang harus ditempuh.
“Bagi mereka (pemerintah, Red), penyelesaian sekadar minta maaf kemudian rangkul-rangkulan pelaku dan korban, lalu selesai. Esensi utama pengungkapan kebenaran tak pernah mau disentuh. Wakil Ketua Badan Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan penyelesaian kasus HAM harus menggunakan mekanisme yudisial.
Setara khawatir, pembentukan Komisi Ad Hoc oleh Menkopolhukam dan Jaksa Agung hanya berfokus pada rekonsiliasi tanpa dasar kebenaran. Sementara, nama-nama yang akan diajak rekonsiliasi, nama-nama korban, dan nama-nama pelaku justru tak pernah diidentifikasi.
“Kami melihat pendekatan yang mereka (pemerintah, Red) gunakan salah. Ada gelagat mencoba mengaburkan peristiwa yang terjadi pada masa itu dan melakukan kesalahan politik yang disengaja,” ujar Bonar di Kantor Setara Institute, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Senin (28/9).
Presiden RI atau dalam hal ini negara, didesak untuk meminta maaf pada pihak-pihak yang menjadi korban peristiwa memilukan, G30S. Tak hanya korban kekejaman fisik, penyiksaan, dan pembuangan, korban stigatisasi pun betebaran. Saat ini, korban yang juga menyangkut keluarga Partai Komunis Indonesia (PKI) banyak terdiskriminasi. Mereka tak boleh menjadi tentara, guru, atau pegawai negeri sipil (PNS).
“Negara gagal melindungi warga negaranya. Dalam rentetan peristiwa itu banyak hal terjadi. Memang Presiden atau negara tak boleh minta maaf pada PKI, tapi negara harus meminta maaf pada korbannya,” dia menuturkan.
Editor : Bayu Probo
Joe Biden Angkat Isu Sandera AS di Gaza Selama Pertemuan Den...
WASHIGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengangkat isu sandera Amerika ya...