Penyidik Panggil Wapres Atas Ancaman Pembunuhan terhadap Presiden Marcos
MANILA, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang Filipina menyerahkan panggilan pengadilan ke kantor Wakil Presiden, Sara Duterte, pada hari Selasa (26/11), mengundangnya untuk menjawab pertanyaan penyidik ââsetelah ia secara terbuka mengancam akan membunuh presiden, istrinya, dan ketua DPR jika ia sendiri terbunuh dalam rencana yang tidak disebutkan.
Presiden Ferdinand Marcos Jr. pada hari Senin (25/11) menggambarkan ancamannya sebagai rencana kriminal dan berjanji untuk melawannya serta menegakkan supremasi hukum di negara tersebut dalam pertikaian yang akan terjadi antara dua pemimpin tertinggi negara tersebut.
Polisi nasional dan militer menyatakan kewaspadaan dan segera meningkatkan keamanan Marcos. Penasihat Keamanan Nasional, Eduardo Ano, mengatakan ancaman tersebut merupakan masalah keamanan nasional.
Duterte, seorang pengacara berusia 46 tahun, mengatakan bahwa pernyataannya bukanlah ancaman yang sebenarnya, tetapi merupakan ekspresi kekhawatiran atas keselamatannya sendiri karena adanya bahaya yang tidak disebutkan secara rinci terhadap hidupnya. Pernyataan pemerintahan Marcos yang menentangnya adalah "lelucon" dan bagian dari upaya untuk menganiaya para pengkritik seperti dirinya, kata Duterte.
Panggilan pengadilan memerintahkan Duterte untuk hadir di hadapan Biro Investigasi Nasional pada hari Jumat untuk "menjelaskan penyelidikan atas dugaan ancaman serius."
Duterte mengatakan pada hari Senin (25/11) bahwa dia bersedia menghadapi penyelidikan tetapi menuntut pemerintahan Marcos juga menanggapi pertanyaan-pertanyaannya, termasuk dugaan penyimpangan dalam pemerintahan.
Berdasarkan hukum Filipina, pernyataan publik tersebut dapat merupakan tindak pidana berupa ancaman untuk melakukan kesalahan pada seseorang atau keluarganya dan dapat dihukum dengan hukuman penjara dan denda.
Marcos mencalonkan diri bersama Duterte sebagai calon wakil presidennya dalam pemilihan umum tahun 2022 dan keduanya menang telak dalam seruan kampanye persatuan nasional. Di Filipina, kedua posisi tersebut dipilih secara terpisah.
Namun, kedua pemimpin dan kubu mereka segera berselisih pendapat mengenai perbedaan-perbedaan utama, termasuk dalam pendekatan mereka terhadap klaim teritorial agresif China di Laut Cina Selatan yang disengketakan.
Duterte mengundurkan diri dari Kabinet Marcos pada bulan Juni sebagai menteri pendidikan dan kepala badan antipemberontakan dan menjadi salah satu pengkritik paling vokal terhadap presiden, istrinya, dan sepupunya Martin Romualdez, yang mengepalai DPR.
DPR telah menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana rahasia pemerintah oleh Duterte sebagai wakil presiden dan ketika ia mengepalai Departemen Pendidikan. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Pemimpin Palestina, Mahmoud, Abbas Menyiapkan Suksesi
RAMALLAH, SATUHARAPAN.COM-Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, pada hari Rabu (27/11) mengumumka...