Perancang Generasi Muda Emban Tugas Populerkan Tenun
SATUHARAPAN.COM – Sebut tenun. Atau juga batik. Sebagian orang, terutama anak-anak muda, cenderung akan mengidentifikasi atau membayangkannya sebagai “sesuatu yang kuno”, kain tebal dan kaku, hanya pantas dijadikan pajangan. Kalaupun dikenakan, hanya pas ada upacara adat.
Kalimat itu juga yang sempat dilontarkan Rama Dauhan, perancang busana generasi baru, lulusan Esmod Jakarta tahun 2003, menyitir pendapat generasi sebayanya. Citra kuno itu pula yang mendorong Cita Tenun Indonesia (CTI), merangkul perancang busana generasi muda Indonesia untuk turut ambil bagian dalam pengembangan tenun. CTI, organisasi yang bergerak dalam bidang pelestarian, pengembangan, dan pemasaran tenun tradisional Indonesia, merangkul dan menantang mereka untuk berkreasi membuat rancangan busana berbahan tenun.
Enam perancang generasi muda mendapat tantangan mengeksplorasi tenun Nusantara. Mereka harus mengolah tenun menjadi busana siap pakai, dan memamerkannya, selain kepada pelanggan setia, juga pencinta mode terutama yang sebaya mereka.
Selain Rama Dauhan, CTI juga menggandeng Kleting Titis Wigati dari label KLE, Dana Maulana dan Liza Mashita dari brand Danjyo Hiyoji, Danny Satriadi, Fiona HD, dan Prasetio Nugroho.
Empat yang disebut pertama tidak asing lagi di kalangan anak muda pencinta busana. Danny Satriadi, paling senior di antara mereka, bahkan sudah bergabung dengan Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI), yang juga tempat bernaung perancang busana papan atas Indonesia seperti Sebastian Gunawan, Ghea Panggabean, Carmanita, Denny Wirawan, Era Soekamto.
Dua yang disebutkan terakhir, adalah pemenang pertama dan kedua Next Young Promising Designer (NYPD) 2017, kompetisi tahunan yang digelar sebagai rangkaian acara Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF). CTI dan JFFF memberi kesempatan mereka mengembangkan kreativitas dengan tampil bersama desainer yang sudah punya nama di dunia mode Indonesia.
Jalinan Lungsi Pakan
Keenam perancang busana muda itu, dengan persiapan rata-rata dua-tiga bulan, menampilkan beragam koleksi hasil karya eksplorasi tenun mereka di Fashion Festival JFFF 2018, di Ballroom Harris Hotel, Kepala Gading, Jakarta Utara, penggal akhir April lalu.
Ini merupakan kali ketujuh CTI menyelenggarakan pergelaran mode serupa di JFFF. Tahun ini, CTI mengusung tema bertajuk “Jalinan Lungsi Pakan”, sebagai wujud apresiasi terhadap pencapaian dari berbagai daerah binaan CTI.
Lembaran cita tenun yang indah dan mengandung karya cipta dan karsa perajin tenun, merupakan jalinan anyaman benang lungsi dan pakan. Benang lungsi adalah benang yang terletak memanjang (vertikal) pada alat tenun, sementara benang pakan adalah benang yang masuk dan keluar pada lungsi saat menenun (horizontal).
Melalui pergelaran mode ini, CTI berharap masyarakat lebih menggenal keindahan kain tenun Nusantara, bukan hanya sebagai bagian dari budaya bangsa yang sangat bernilai, tetapi juga merupakan salah satu elemen penting dari industri mode saat ini, seperti ditampilkan pada koleksi enam perancang tersebut.
Kleting Titis Wigati melalui KLÉ mengangkat tema “La Striscia, A Vibrant Currency”, dengan memunculkan warna-warna cerah dan garis-garis yang ada pada tenun Buton, membawa pesona energik yang terkandung dalam tenun yang menjadi alat penukar pada abad ke-14 itu.
Fiona HD, terinspirasi dari kesederhanaan hidup orang-orang suku Baduy, dengan menggunakan tenun Baduy sebagai material utama mengangkat tema “Baduy Enchanted”. Prasetio Nugroho, dengan tema “Nareswari”, melakukan inovasi menggunakan tenun endek Bali, yang menggangkat detail dan unsur arsitektur Bali dalam potongan yang futuristik.
Rama Dauhan, dengan tema koleksi “Sawala”, menampilkan rangkaian tenun Jawa Tengah yang diolah dengan beragam teknik yang akan menambah spirit tren mode dunia tahun 2018.
Danjyo Hiyoji mengangkat tema “Fragmen” dengan sentuhan modern menggunakan kombinasi tenun Cual dan songket dari Sambas.
Danny Satriadi menutup pergelaran busana dengan mengangkat kain tenun dari Lombok yang kaya akan filosofi. Ia mengolahnya menjadi koleksi cantik dan elegan dengan payung tema “Lestari”.
Dengan mengenal kain tradisional tenun, Sjamsidar Isa dari CTI, yang dalam keseharian mengetuai kepengurusan Ikatan Perancang Mode Indonesia, berharap keenam perancang mode itu mencintai karya seni Nusantara, dan memanfaatkannya dalam karya-karya mereka.
Editor : Sotyati
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...