Perang Saudara di Sudan, Gedung Pemerintah dan Perusahaan Minyak Terbakar Akibat Ledakan
KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM-Kebakaran akibat ledakan mencengkeram Khartoum, ibu kota Sudan, pada hari Minggu (17/9) dan pasukan paramiliter menyerang markas besar tentara untuk hari kedua berturut-turut, lapor para saksi mata, ketika pertempuran berlangsung hingga enam bulan.
“Bentrokan kini terjadi di sekitar markas tentara dengan berbagai jenis senjata,” kata seorang warga Khartoum, yang menolak disebutkan namanya, kepada AFP.
Saksi lain di Khartoum selatan mengatakan mereka mendengar “ledakan keras” ketika tentara menargetkan pangkalan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) dengan artileri.
Saksi juga melaporkan pertempuran di kota El-Obeid, 350 kilometer (sekitar 220 mil) selatan.
Nawal Mohammed, 44 tahun, mengatakan pertempuran pada hari Sabtu dan Minggu antara tentara reguler dan paramiliter adalah “yang paling kejam sejak perang dimulai”.
Meskipun keluarganya tinggal setidaknya tiga kilometer jauhnya dari lokasi bentrokan terdekat, Mohammed mengatakan “pintu dan jendela bergetar” akibat kekuatan ledakan, sementara beberapa bangunan di pusat Khartoum dibakar.
Dalam postingan media sosial yang diverifikasi oleh AFP, pengguna membagikan rekaman api yang melahap landmark cakrawala Khartoum, termasuk kanntor Kementerian Kehakiman dan Menara Perusahaan Minyak Nil Besar, sebuah bangunan berbentuk kerucut dengan fasad kaca yang telah menjadi lambang kota tersebut.
Postingan lain menunjukkan bangunan, jendelanya pecah dan dindingnya hangus atau terkena peluru, membara.
“Sungguh menyedihkan melihat institusi-institusi ini dihancurkan seperti ini,” kata Badr al-Din Babiker, seorang warga di timur ibu kota, kepada AFP.
Sejak perang meletus pada tanggal 15 April antara panglima militer Abdel Fattah al-Burhan dan mantan wakilnya, komandan RSF Mohamed Hamdan Daglo, hampir 7.500 orang telah terbunuh, menurut perkiraan konservatif dari Proyek Data Lokasi & Peristiwa Konflik Bersenjata.
Warga sipil dan pekerja bantuan telah memperingatkan bahwa jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi, karena banyak dari mereka yang terluka atau terbunuh tidak pernah sampai ke rumah sakit atau kamar mayat.
Sebuah komite yang terdiri dari para sukarelawan pengacara pro demokrasi pada hari Minggu mengatakan pertempuran di Khartoum sejak hari Jumat telah menewaskan puluhan warga sipil karena “terus mengabaikan hukum kemanusiaan internasional”.
“Kami sedang berupaya untuk menentukan jumlah korban sipil” dari “penembakan sewenang-wenang”, kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
Perang di Sudan telah menghancurkan infrastruktur yang sudah rapuh, menutup 80 persen rumah sakit di negara tersebut dan menyebabkan jutaan orang mengalami kelaparan akut.
Lebih dari lima juta orang terpaksa mengungsi, termasuk 2,8 juta orang yang melarikan diri dari serangan udara, tembakan artileri, dan pertempuran jalanan yang tiada henti di lingkungan padat penduduk di Khartoum.
Jutaan orang yang tidak dapat atau menolak meninggalkan Khartoum tetap tinggal di kota tersebut, di mana air, makanan dan listrik dijatah.
Kekerasan juga telah menyebar ke wilayah barat Darfur, tempat serangan RSF dan milisi sekutunya yang bermotif etnis telah memicu penyelidikan baru oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terhadap kemungkinan kejahatan perang.
Terjadi juga pertempuran di wilayah Kordofan selatan, di mana para saksi kembali melaporkan pada hari Minggu baku tembak artileri antara tentara dan RSF di kota El-Obeid. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Natal dan Tahun Baru, Menag: Beri Kesempatan Umat Beribadah ...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menekankan pentingnya menciptakan suasana y...