Perang Saudara Sudan Salah Satu Krisis Terburuk di Dunia Dalam Beberapa Dekade
KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM-Perang saudara yang sedang berlangsung di Sudan telah memicu salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia dalam beberapa dekade, kata kepala badan amal medis internasional Doctors Without Borders, hari Kamis (20/5).
Perang telah berkecamuk selama lebih dari setahun antara militer reguler di bawah panglima militer Abdel Fattah al-Burhan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter yang dipimpin oleh mantan wakilnya Mohamed Hamdan Dagalo.
“Sudan adalah salah satu krisis terburuk yang pernah dialami dunia selama beberapa dekade... namun respons kemanusiaan sangat tidak memadai,” kata Christos Christou, presiden internasional Doctors Without Borders (MSF), melalui platform media sosial X.
“Ada tingkat penderitaan yang ekstrem di seluruh negeri, dan kebutuhannya terus meningkat dari hari ke hari,” tambahnya.
Konflik yang dimulai pada April 2023 telah mengakibatkan puluhan ribu kematian dan lebih dari sembilan juta orang terpaksa mengungsi, menurut PBB.
Kedua belah pihak telah dituduh melakukan kejahatan perang termasuk dengan sengaja menargetkan warga sipil, melakukan penembakan tanpa pandang bulu terhadap daerah pemukiman dan memblokir bantuan kemanusiaan, meskipun ada peringatan bahwa jutaan orang berada di ambang kelaparan.
Kelompok hak asasi manusia dan Amerika Serikat juga menuduh paramiliter melakukan pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Intervensi MSF adalah yang terbaru dari serangkaian peringatan mengerikan atas penderitaan manusia di Sudan. Pekan lalu, ketika menjanjikan bantuan tambahan sebesar US$315 juta kepada negara tersebut, Amerika Serikat memperingatkan akan adanya bencana kelaparan bersejarah di negara tersebut.
Diplomasi Goyah
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan kepada wartawan bahwa kelaparan di Sudan bisa mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak kelaparan di Ethiopia pada awal tahun 1980-an ketika sebanyak 1,2 juta orang meninggal.
Badan-badan PBB juga berulang kali memperingatkan situasi kemanusiaan yang berbahaya di negara tersebut, dan kelaparan, di tengah seruan internasional untuk gencatan senjata.
Perkiraan PBB mengatakan bahwa lima juta orang di Sudan menderita kelaparan ekstrem, dan kekurangan makanan juga terjadi di negara-negara tetangga tempat dua juta warga Sudan mengungsi.
Upaya berulang kali yang dipimpin AS untuk mengakhiri konflik telah gagal, dan banyak pengamat menyimpulkan bahwa masing-masing jenderal yang bertikai berpikir mereka bisa menang di lapangan.
Sejumlah kekuatan asing telah mendukung kekuatan saingannya. Sudan mengusir diplomat dari Uni Emirat Arab dengan tuduhan menyulut RSF, sementara Mesir, Turki dan Iran mendukung tentara.
Pertempuran baru-baru ini di El-Fasher, kota terakhir di Darfur di luar kendali RSF, telah menewaskan lebih dari 220 orang, menurut Doctors Without Borders.
Dewan Keamanan PBB pada hari Kamis (20/6) menuntut RSF menghentikan pengepungan tersebut, dan semua negara memberikan suara mendukung kecuali Rusia, yang abstain.
Duta Besar Sudan untuk PBB, Al-Harith Idriss al-Harith Mohamed, pada hari Selasa (18/6) mengkritik UEA di tengah pertemuan Dewan Keamanan, menuduh negara Teluk mengobarkan konflik di negaranya, tuduhan yang ditolak oleh utusan UEA.
Pembicaraan tahun lalu di kota pelabuhan Jeddah, yang ditengahi oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi, hanya menghentikan sementara pertempuran, dan upaya AS untuk memulai kembali proses tersebut tidak berhasil. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Perusahaan Pembuat Ponsel Lipat Pertama Bangkrut
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Royole Technologies, perusahaan yang membuat ponsel lipat pertama di duni...