Perayaan Tujuhbelasan Tanpa Makna Kaum Marginal
BEKASI, SATUHARAPAN.COM – Perayaan Kemerdekaan RI bagi Tuminah, buruh cuci gosok yang tinggal di Kampung Geong, Kelurahan Jakasetia, Bekasi, tak dimaknai apapun baginya. Biasanya, perayaan itu lewat begitu saja.
“Perayaan kemerdekaan setiap tahun tidak ada bedanya dengan perayaan-perayaan sebelumnya. Wong saya kerja, jadi ya nggak ikut-ikut ngerayain, malahan kadang saya dimintain iuran buat acara dangdutan, ngerayain tujuhbelasan di tempat kontrakan saya,” kata Tumirah kepada satuharapan.com di Bekasi, Jumat (7/8).
Tuminah merupakan salah satu contoh penduduk marginal yang sehari-harinya hanya memikirkan bagaimana caranya mencukupi kebutuhan hidup. Merdeka dari kemiskinan rupanya masih jauh dari jangkauannya.
Belum semua warga negara Indonesia mengecap buah kemerdekaan, yang tahun ini memasuki peringatan ke-70 tahun. Tuminah hingga saat ini belum dapat melepaskan diri dari beban ekonomi rumah tangga sehari-hari, yang bahkan terasa semakin berat.
Perempuan berusia 35 tahun ini bahkan belum tersentuh program keluarga sejahtera yang dikeluarkan pemerintah untuk membantu meringankan hidupnya.
Tuminah termasuk masyarakat di Indonesia yang terkategori miskin. Dengan bekerja sebagai buruh cuci yang mendapatkan penghasilan bulanan tak lebih dari Rp 900.000, Tuminah menjadi tulang punggung keluarga. Dia menanggung beban dua anak yang masih bersekolah.
Dia adalah salah satu dari penduduk miskin di Indonesia yang pada tahun 2015 diprediksi mencapai 30,25 juta orang atau sekitar 12,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Berdasarkan capaian program PBB Millennium Development Goals (MDGs), Indonesia belum berhasil mengurangi kemiskinan ekstrem. Pada posisi awal tahun 1990, angka kemiskinan masih sebanyak 20,6 persen, sedangkan pencapaian pada tahun 2014 masih sebesar 15,4 persen dari yang ditargetkan sebesar 7,5 persen pada tahun 2015.
Berbagai upaya pemerintah dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan, namun angka kemiskinan belum turun secara signifikan. Di antaranya, pemerintah telah mengeluarkan Kartu Perlindungan Sosial yang kemudian diganti menjadi Kartu Keluarga Sehat (KKS).
Berdasarkan data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, pemerintah telah membagikan KKS kepada 15,5 juta rumah tangga miskin dan rentan di Indonesia. Pada April 2015, dana dari Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) di 34 kantor pos seluruh ibu kota provinsi Indonesia sudah dicairkan secara serentak.
“Pencairan dana dari PSKS, diharapkan bisa membantu warga untuk modal usaha ataupun untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ” kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa saat meninjau pencairan dana PSKS di Kantor Pos Serang, Banten, 1 April, dikutip dari liputan 6.com.
Mensos pun menambahkan, pemerintah sebenarnya telah mengalokasikan anggaran Rp 9,822 triliun dari APBNP 2015. Pada tahap satu, penyaluran bantuan resmikan oleh Presiden Joko Widodo pada November tahun lalu. Total warga yang disasar dari PSKS berjumlah 16.370.897, terdiri atas 15,5 juta pemegang KPS, 370.000 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), ditambah buffer 500.000 orang.
Gali Lubang Tutup Lubang
Kartu Keluarga Sejahtera tersebut seharusnya diterima Tuminah dan tetangganya di Kampung Geong, Kelurahan Jakasetia, yang umumnya bekerja sebagai buruh cuci dan bangunan.
Namun, Tuminah, yang buta huruf, tidak pernah tahu pemerintah menyediakan fasilitas tersebut. Hari-harinya dia isi dengan bekerja dan bekerja, memeras keringat. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan dia tidak mempersoalkan ketua rukun tetangga (RT) setempat yang belum mendaftarkannya menjadi penerima kartu tersebut.
“Saya belum dapet, tuh, bantuan seperti itu. Kalau sakit saya paling ke puskesmas. Lumayan nggak bayar. Kalau yang di RT lain saya denger sih dapet bantuan seperti itu. Saya dan tetangga di sini nggak didaftarin,” kata dia.
Sepanjang hidup, dia sibuk gali lubang tutup lubang, meminjam istilahnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan, Tuminah sudah menjalaninya selama sepuluh tahun, tanpa ada perbaikan.
“Ya, sekarang mah apa-apa mahal, mau belanja sayur ke pasar saja, mahal. Kadang nggak cukup buat makan dan bayar kontrakan. Nyekolahin anak terpaksa saya pinjam sama bos saya,” kata Tuminah.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...