Perda Gepeng Efektif Mulai 1 Januari 2015
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) akan diterapkan mulai 1 Januari 2015 mendatang. Salah satu bagian yang menarik dalam perda ini adalah hukuman denda berupa uang Rp. 1 Juta kepada siapa saja yang terbukti memberikan uang kepada gepeng.
Sebelum Perda Nomor 1 Tahun 2014 tersebut benar-benar diberlakukan, sebenarnya rancangan perda ini telah melalui proses panjang. Pada tahun lalu, beberapa proses telah dilakukan sebagai syarat untuk menerapkan perda tersebut. Proses-proses tersebut meliputi, tahap perencanaan, rapat dengar pendapat (hearing), hingga sosialisasi.
“Proses panjang telah dilalui sebelum perda ini diberlakukan. Namun, kami tidak menafikan bahwa di awal penerapaan perda, masih dibutuhkan berbagai perbaikan. Siap tidak siap, aturan ini akan dijalankan,” demikian disampaikan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DIY, Drs. Untung Sukaryadi, MM pada Senin (29/12).
Untung menjelaskan bahwa ketentuan pidana yang ada dalam peraturan tersebut telah siap dijalankan. Oleh karena itu, masyarakat dihimbau untuk mendukung perda ini dengan cara tidak memberikan uang kepada gepeng.
“Kami mengajak kepada semua pihak untuk tidak memberikan uang receh kepada gepeng. Karena pemberi uang receh akan terancam pidana berupa kurungan 10 hari atau denda hingga Rp. 1 Juta. Oleh karena itu, penerapan perda ini memang memerlukan komitmen dari semua pihak,” papar Untung.
Ketika disinggung tentang status pengamen yang beberapa waktu silam sempat menimbulkan polemik, Untung menjelaskan dengan berpedoman pada perda. Berdasarkan perda tersebut, pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta di muka umum, dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
“Berdasarkan arti dari istilah pengemis tersebut, maka pengamen yang meminta uang di jalan dengan cara memainkan alat musik juga termasuk ke dalam kategori sebagai aktivitas pengemisan,” jelas Untung.
Pidana yang berlaku dalam perda ini tak hanya menyasar para pemberi uang receh semata, namun juga menyasar siapa saja yang terbukti melakukan aktivitas pergelandangan dan pengemisan. Sementara bagi gepeng yang terbukti melakukan aktivitas pergelandangan dan pengemisan, Dinsos telah menyiapkan sejumlah langkah pembinaan dan rehabilitasi.
“Dinsos telah menyiapkan sistem pembinaan dan rehabilitasi bagi gepeng yang terjaring dalam operasi penertiban. Mereka akan dimasukan ke dalam camp assessment untuk mengetahui latar belakang keluarga, asal daerah, motivasi, umur, maupun pendidikan. Gepeng yang berusia produktif akan dibekali dengan keterampilan, sedangkan yang masih berada di bawah umur akan dimasukan ke Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA). Sementara bagi gepeng yang telah lanjut usia, akan dimasukan ke panti-panti wreda. Sedangkan khusus bagi gepeng yang berasal dari luar daerah, akan dikembalikan ke daerah asalnya,” pungkas Untung.
Perda Nomor 1 Tahun 2014 yang sempat menimbulkan pro dan kontra sebenarnya memiliki tujuan untuk menciptakan DIY bebas dari gepeng karena status daerah ini sebagai destinasi wisata. Dengan status bebas gepeng tersebut, maka diharapkan para wisatawan akan merasa nyaman dan aman untuk menikmati suasana yang tersaji di Yogyakarta.
Editor : Bayu Probo
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...