Perdagangan Manusia
Betapa kaum perempuan tak berdaya menghadapi human traffiking.
SATUHARAPAN.COM – Pada hari kedua kunjungan ke Filipina beberapa tahun lalu, saya dan beberapa kawan pergi ke tempat pendampingan perempuan di bawah bimbingan salah satu gereja anggota UCCP—United Christian Church of Filipina.
Memasuki ruang sederhana di lantai dua, kami disambut seorang wanita muda, yang dengan ramah mempersilahkan kami duduk. Sementara menunggu, kami melihat berbagai kerajinan ditata dengan rapi dan menarik di ruangan tersebut. Sesaat kemudian seorang ibu paruh baya menemui kami dan memperkenalkan diri sebagai pimpinan tempat itu.
”Kami berusaha menolong kaum perempuan yang ada dalam situasi sulit,” ia langsung memberikan penjelasan kepada kami, ”ada beberapa teman yang sudah bisa keluar dari cengkeraman mucikari dan bergabung dalam pelayanan di sini. Salah satunya adalah yang menyilakan masuk tadi. Program kami adalah memberdayakan perempuan agar tidak kembali ke jalan. Selain juga ada konsultasi umum dan kesehatan yang dibuka dua kali seminggu untuk kaum perempuan yang mempunyai masalah.”
Dari situ kemudian kami diajak ke beberapa pojok jalan di Manila. didampingi seorang pemandu yang dahulu sering ”menjajakan diri” di jalan. Turun dari mobil, pemandu kami berteriak memanggil temannya yang sudah menunggu kami. Seorang gadis usia 17 tahun, yang telah mempunyai anak batita. Suaminya pergi entah kemana, dan ia tinggal dengan mertua perempuannya. Ia bekerja menjajakan diri untuk menghidupi anaknya. Belum selesai ia bercerita kepada kami, ia dipanggil seorang laki-laki yang katanya adalah langganannya yang menakutkan.
Di pojok jalan itu kami dipertemukan dengan beberapa mantan temannya yang ada di jalan, menjajakan diri. Kasusnya hampir sama: kemiskinan yang membuat perempuan terpuruk. Dari situ, kira-kira jam sebelas malam kami diajak memasuki sebuah rumah. Tampak di luar seperti rumah biasa, tetapi ternyata di dalam cukup luas dan ada sebuah panggung terbuka disitu ditampilkan tarian anak-anak gadis antara 15-17 tahun tanpa busana. Penontonnya semua laki-laki. Kami bisa masuk karena teman, yang membayar sangat mahal, ingin memperlihatkan kepada kami betapa kaum perempuan tak berdaya menghadapi human traffiking! Menurut penjelasan, mereka ada yang berasal dari Filipina, Malaysia, Indonesia. Dan sangat sulit bagi mereka untuk keluar lagi dari jerat perdagangan gadis remaja. Tragis!
Dan saya terhenyak ketika kuasa hukum Mary Jane Viesta Feloso, narapidana mati kasus narkoba dari Filipina, mengajukan Peninjauan Kembali atas kliennya. Benarkah ia korban dari perdagangan manusia, yang djanjikan akan diberi pekerjaan di Malaysia tetapi dipaksa membawa koper yang tanpa ia tahu berisi 2,6 kg heroin?
Saya berdoa agar ia bisa lepas dari hukuman mati. Namun, apa pun hasilnya, kaum perempuan harus diberdayakan agar mampu hidup bahagia dan sejahtera.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...