Perekrutan Calon Teroris Via Game Online, Orangtua Perlu Pantau Anak
SAMARINDA, SATUHARAPAN.COM - Pengamat Intelijen dan Keamanan Nasional Dr Stepi Anriani mengatakan perekrutan calon teroris jaringan internasional sudah masuk ke Indonesia melalui game daring, sehingga para orang tua diingatkan untuk sering memantau game yang diikuti anak.
"Perekrutan calon teroris jaringan internasional yang sering melalui media sosial, tapi sekarang sudah dilakukan pula melalui game daring yang memang digemari remaja dan anak-anak," ujar Anriani saat menjadi narasumber seminar oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kaltim di Samarinda, Rabu (11/10).
Untuk itu, ia mengajak para orang tua, terutama kaum ibu, aktif memantau ketika anak memainkan gawai, baik gawai yang digunakan untuk medsos maupun untuk main game daring, tentunya pemantauan yang dilakukan harus dengan cara lembut dan melihat situasi agar anak tidak tersinggung.
Ia melanjutkan, pola yang dilakukan oleh perekrut awalnya adalah melalui percakapan saat bermain game daring, dimulai dari asal negara atau asal daerah, dilanjutkan dengan hal lain yang kemudian sampai pencucian otak untuk anggota baru yang disiapkan menjadi teroris.
Perekrut dari ISIS, misalnya, dalam pencucian otak kepada calon teroris, selalu melakukan propaganda agama sehingga anggota baru yang tidak memiliki landasan agama dengan benar, maka akan mudah terpengaruh dan rela bergabung, kemudian berjuang untuk ISIS.
"Padahal ISIS berjihad bukan untuk agama, namun mereka berjuang untuk kekuasaan dan untuk teritorial, sedangkan mereka membungkus perjuangan demi agama, tujuannya adalah untuk menarik simpati orang yang seagama," katanya.
Giat yang dibuka oleh Maira Himadhani, selaku Subkoordinator Partisipasi Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini mengangkat tema "Perempuan Teladan, Optimis dan Produktif (TOP), Cerdas Digital, Satukan Bangsa".
Maira mengatakan, radikalisme dan terorisme menjadi salah satu tantangan besar bagi keamanan masyarakat dan kedaulatan bangsa.
Hasil survei oleh BNPT tahun 2020 menyatakan, faktor yang paling efektif dalam mereduksi potensi radikalisme secara berturut turut adalah diseminasi sosial media, Internalisasi kearifan lokal, perilaku kontra radikal, dan pola pendidikan keluarga pada anak.
Perempuan memiliki posisi sangat vital dalam keluarga, bahkan dalam masyarakat secara lebih luas, bahkan perempuan memiliki peran strategis dalam membentengi keluarga dan masyarakat dari segala bentuk penyebaran dan ajakan kelompok radikal terorisme.
"Seorang Ibu bisa menjadi partner dialog bagi anaknya, kemudian sebagai seorang istri, perempuan bisa menjadi partner diskusi suaminya dalam berbagai hal, termasuk dalam pemahaman ajaran agama yang diharapkan menjadi filter awal/ pendeteksi awal dari setiap kejanggalan yang ditemukan dalam keluarga," katanya.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...