Perempuan Afghanistan Protes, Minta Internasional Tidak Akui Taliban
KABUL, SATUHARAPAN.COM-Perempuan Afghanistan memprotes di Kabul pada hari Sabtu (29/4), menentang tindakan keras terhadap perbedaan pendapat untuk mendesak negara-negara asing agar tidak secara resmi mengakui pemerintah Taliban menjelang pertemuan puncak PBB pekan depan.
Sejak Taliban kembali berkuasa pada tahun 2021, pengunjuk rasa yang menyuarakan penentangan terhadap pembatasan hak-hak perempuan telah dipukuli atau ditahan, dan pasukan keamanan telah melepaskan tembakan ke udara untuk membubarkan beberapa aksi unjuk rasa.
Tetapi kelompok-kelompok kecil perempuan terus melakukan pertemuan sporadis.
Pada hari Sabtu, sekitar 25 orang berbaris melalui daerah perumahan di Kabul, ibu kota Afghanistan, menjelang pertemuan puncak di Doha yang menurut PBB akan membahas "jalan maju yang tahan lama" untuk negara tersebut.
"Pengakuan terhadap Taliban, pelanggaran hak-hak perempuan," teriak para perempuan selama pawai, yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit dan berlangsung tanpa konfrontasi dengan pasukan keamanan.
Nyanyian lainnya termasuk "orang Afghanistan, sandera Taliban" dan "Kami akan berperang, kami akan mati, kami akan mengambil hak kami."
Belum ada negara yang mengakui pemerintah sebagai sah sejak Taliban kembali berkuasa setelah penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan pada tahun 2021.
Diplomat, LSM, dan lembaga bantuan saat ini sangat terpecah atas masalah ini.
Beberapa orang percaya komunitas internasional mungkin membujuk Taliban untuk membatalkan pembatasan hak-hak perempuan dengan menggantungkan prospek pengakuan.
Yang lain mengatakan bahkan mendiskusikannya memberi Taliban beberapa legitimasi pada saat mereka menekan perempuan dari kehidupan publik.
Pekan lalu Wakil Sekretaris Jenderal PBB, Amina Mohammed, mengatakan pertemuan Doha mulai hari Senin (1/5) dapat melihat utusan membahas "langkah kecil" di jalan menuju pengakuan, meskipun dengan syarat.
“Ada beberapa yang percaya ini tidak akan pernah terjadi. Ada orang lain yang mengatakan, ya, itu harus terjadi,” kata Mohammed dalam sebuah ceramah di Universitas Princeton. "Taliban jelas menginginkan pengakuan... dan itulah pengaruh yang kami miliki."
PBB telah mengumumkan bahwa "otoritas de facto" Afghanistan belum diundang ke konferensi Doha. "Pengakuan bukan masalah," kata juru bicara badan dunia itu, hari Jumat.
Pengunjuk rasa Shamail Tawana Nasiri, 26 tahun, mengatakan kepada AFP bahwa setiap diskusi tentang pengakuan resmi “akan memberikan motivasi kepada Taliban.”
“Bagi kami yang tertindas, dan hak-hak kami dirampas, itu menambah keprihatinan kami.” (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...