Perempuan dan Drama Kehidupan dalam Karya Mahdi Abdullah
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Seniman-perupa kelahiran Banda Aceh, Mahdi Abdullah mempresentasikan tiga belas lukisan bergaya realis-surealis, satu karya instalasi, satu karya lukisan panel, serta satu karya drawing dalam tajuk pameran “Two Sides of the Medal”. Pameran yang berlangsung di Sangkring art project Jalan Nitiprayan No. 88 Yogyakarta dibuka pada Selasa (30/10) malam.
Beberapa pameran tunggal telah digelar Mahdi diantaranya “Pesan dari Tanah Rencong” Graha Medco, Jakarta (2000), pameran ”Nyawong Aceh”, di Indonesia Culture Plaza, Tokyo, Jepang; “Nyawong Aceh”, di Nagoya Institute of Technology Nagoya, Jepang (2002), pameran “Aceh dalam Karikatur” di Indonesia Culture Plaza, Tokyo, Jepang; “Tsunami Aceh” di Indonesia Culture Plaza, Tokyo, Jepang; “Pesan dari Aceh”, SUAC (Shizuoka University of Art and Culture) Hamamatsu, Shizuoka, Jepang; “Tsunami Aceh”, HIF (Hokkaido International Foundation) Hakodate, Hokkaido, Jepang (2005), “Pesan dari Aceh” di Hyogo International Plaza memperingati Bencana Gempa ke-11 Kota Kobe, Hyogo, Jepang (2006), Pameran lukisan dan “Gambar Hitam Putih” di Swiss-Bel Hotel, Banda Aceh (2007), serta Pamera “Histori(kri)sisme” di Episentrum Uleekareng, Banda Aceh (2008).
Kehidupan rakyat Aceh terutama perempuan dan kesehariannya direkam dalam karya Mahdi merespon berbagai medium mulai dari kanvas, kayu, serta mixed medium dalam berbagai dimensi. Imaji tersebut terekam dalam karya lukisan “Testimony”, “Apple in the Room”, “Sound up and Sound down”.
Bisa Anda bayangkan perempuan tua menggendong untaian papan buah petai/pete (Parkia speciosa) segar yang mengundang selera bagi penikmat petai/pete. Pada karya lukisan berjudul “Chronology #15” Mahdi membuat untaian papan petai/pete yang hijau-segar dalam gendongan perempuan tua. Pada sebagian papan buah petai/pete itu Mahdi menggantikannya dengan selongsong-selongsong peluru aktif. Masihkah Anda berselera untuk menyantap petai/pete tersebut?
Karya-karya dengan gejolak-gejolak batin, penuh emosi, menyentuh, serta mudah dicerna dengan melihat pada konteks yang ada menjadi penanda karya Mahdi. Kekuatan inilah yang terlihat jelas baik dalam eksekusi medium, konsep, maupun tema karya Mahdi: realitas sosial yang dirasakan dan bukan sesuatu yang imajiner.
Pengalaman pribadi berada di wilayah konflik pada masa lalu terekam dalam karya-karya Mahdi yang menjadikan dirinya sebagai figur obyek dari trauma masa lalu. Delapan panel lukisan berjudul “My Room” menjadi cerminan Mahdi memandang dirinya sendiri sebagai bentuk introspeksi. Begitupun pada karya berjudul “Irony” dengan burung-burung yang beterbangan memburu burung lainnya, dan burung itu berbadan selongsong peluru sementara Mahdi hanya mampu tiarap menyelamatkan diri di depan seekor burung yang telah mati. Imaji trauma Mahdi juga terekam dalam karya berjudul “Death and Life”.
Sebuah karya instalasi berjudul “Dynamics of Top in Land of War” dalam medium kayu, besi, berbagai rempah, bulir beras, serta benih beras yang sedang di semai di atas cawan dengan dilengkapi kinetik motor untuk memutar drawing di atas kayu menjadi tawaran yang menarik: sebuah opera kehidupan dalam penyajian film maupun wayang. “Dynamics of Top in Land of War” menjadi karya yang menggambarkan kehidupan yang terus berputar di atas drama-drama kehidupan: ada kesedihan, ada kegembiraan, relijiusitas, maupun realita yang harus dihadapi.
Drama dalam karya “Dynamics of Top in Land of War” semakin terasa manakala Mahdi melengkapi dengan narasi yang diambil dari buku “Di Serambi Makkah” karangan Tasaro (2005): “...nggak tahu gimana mirisnya melihat perempuan-perempuan tua menangis sambil tiarap saat rumahnya dibakar. Sementara tetangga nggak berani menolong karena takut bernasib serupa. Juga para pengungsi yang sudah berminggu-minggu nggak dapat bantuan. Tidu di bawah tenda beratap rumbia. Masak satu ins beras untuk satu keluarga. Gila! Nggak kebayang itu benar-benar terjadi di Indonesia.”
Dalam karya yang sederhana namun mendalam berjudul “Manifesto” drawing charcoal di atas kanvas Mahdi seolah sedang menegaskan hidup ibarat dua sisi mata uang: ada rendah-tinggi, kegelapan-pencerahan, kebaikan-kejahatan, yang sesungguhnya merupakan dramaturgi kehidupan yang tidak berdiri sendiri. Di titik ini Mahdi secara realistis mencoba memberikan warna kehidupan melalui seni rupa dimana ide menjadi manifestasi dari lingkungan dan realitas kehidupan yang mengendap dalam pikiran dan suatu saat akan muncul kembali dengan sendirinya dalam alam bawah sadarnya.
Pameran tunggal Mahdi Abdullah bertajuk “Two Sides of the Medal” akan berlangsung hingga 13 November 2018.
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...