Perempuan Kristen Lebanon Angkat Senjata, Antisipasi Ekstremis
AL QAA, LEBANON, SATUHARAPAN.COM – Banyak perempuan Kristen di desa Al Qaa, Lebanon, yang tidak menunjukkan rasa takut walau beberapa waktu lalu, kelompok ekstremis radikal melakukan tindakan bom bunuh diri di desa yang menjadi perbatasan antara Suriah dan Lebanon tersebut.
Seperti diberitakan Christian Post hari Jumat (1/7) – nampak gambar tiga perempuan Kristen berselendangkan senjata serbu dan berbicara dengan wartawan sambil berjalan menyusuri jalan-jalan di Al Qaa.
Dalam aksi yang terjadi Selasa (28/6) tiga pelaku bom bunuh diri mengendarai sepeda motor meledakkan diri di desa yang didominasi warga Kristen, Al-Qaa, di sebelah timur Lebanon. Satu serangan menargetkan gereja dan dua serangan dilakukan di depan balai kota.
Al Qaa adalah salah satu dari beberapa pos perbatasan yang memisahkan Lebanon dari perang yang mengguncang Suriah. Sejumlah bentrokan terjadi di sana sejak perang Suriah meletus pada 2011.
Dalam sebuah wawancara dengan organisasi yang mengadvokasi perlindungan untuk warga Kristen Asyur, Kasdim dan Suriah, “A Demand for Action”, seorang perempuan Kristen di Al Qaa yang tidak mau disebut namanya menegaskan warga desa tidak akan mengungsi keluar walau ada ancaman serangan bom dan segala bentuk aksi terorisme lainnya. “Kami akan terus di sini dan tidak akan membiarkan Lebanon menjadi Irak baru,” kata perempuan itu.
“Kami siap untuk melindungi diri kita sendiri,” dia menambahkan.
Perempuan yang tidak mau disebut namanya itu berjanji akan menyerang balik jika kelompok ekstremis datang lagi. “Kami akan mengirim mereka langsung ke neraka,” dia menambahkan.
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal dari Asosiasi Federasi Kristen Lebanon, Habib Afram mengatakan bahwa menenteng senjata bukan hanya dilakukan perempuan di Al Qaa, menurut Afram sebagian besar penduduk desa itu memilih mengangkat senjata dan melakukan perlawanan balik daripada mengungsi.
Afram menekankan fenomena penduduk desa yang mayoritas memiliki kepercayaan Kristen mengangkat senjata di Lebanon bukanlah hal baru.
“Senjata ibaratnya adalah bagian dari furnitur rumah di Lebanon," kata Afram.
Afram mengatakan senjata yang ada di rumah adalah hal yang biasa, walau penduduk di setiap desa belum terlatih seperti militer profesional.
Afram menjelaskan orang-orang Kristen, terutama, memilih mengangkat senjata untuk melindungi properti dan harta benda karena pasukan keamanan Muslim biasanya tidak akan melindungi komunitas Kristen.
Dia menjelaskan pemeluk Kristen di Timur Tengah secara umum digambarkan sebagai bagian yang lemah dan menjadi korban ketika ada pertikaian dua kelompok Islam.
“Orang Kristen tidak didukung oleh siapa pun dan mereka tidak memiliki kekuasaan dan mereka adalah korban,” Afram menambahkan.
Direktur Eksekutif dari “A Demand For Action”, Steve Oshana, mengatakan walau orang-orang Kristen di Timur Tengah secara historis berkarakter damai, namun dia melihat bahwa berselendangkan senjata adalah tindakan yang benar untuk mempertahankan komunitas mereka. “Ini adalah murni kebutuhan,” kata dia.
Oshana memberi contoh dalam banyak kasus, orang Kristen saat ini harus mempertahankan diri agar jangan sampai menjadi korban genosida. “Saya pikir itu adalah refleksi dari buruknya situasi di sini, sekaligus menunjukkan besarnya keinginan masyarakat di sini untuk damai,” kata Oshana.
Oshana menyimpulkan dengan adanya fakta penduduk desa Kristen harus mengangkat senjata menunjukkan dunia gagal menghadirkan perlindungan ke kepercayaan minoritas di Timur Tengah.
Baca Juga
- Orang Kristen Suriah Berjuang Untuk Tanah Air.
- Ribuan Tewas di Penjara Suriah Tahun Ini.
- Terlihat Lebih Tua dari Identitas, Anak Suriah Ditangkap.
- Laporan : Perbudakan di Pengungsi Suriah di Lebanon.
- ISIS Bebaskan 43 Kristen Asyur dengan Tebusan Rp 576 Miliar
(christianpost.com/reuters.com).
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...