Perempuan Saudi Bergelar Master Mengeluh Masih Menganggur
RIYADH, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah perempuan Saudi yang memegang gelar master mengeluhkan dan menentang pengangguran yang mereka hadapi selama beberapa tahun terakhir dan kurangnya penghargaan atas ijazah dan keadaan sosial mereka.
Beberapa dari perempuan tersebut berbicara tentang penderitaan mereka dengan penuh kepedihan.
Setelah mendapatkan gelar sarjana, seorang perempuan bernama A.T melanjutkan studinya dari program beasiswa pemerintah ke luar negeri untuk belajar pendidikan khusus. Setelah beberapa tahun kerja keras, dia memperoleh gelar master pada 2011 lalu. Namun, dia tetap menganggur meskipun lancar berbahasa Inggris dan memiliki kualifikasi pendidikan tingkat tinggi.
Meskipun ada kebutuhan khusus dalam bidang-bidang tertentu, Departemen Layanan Sipil telah benar-benar lalai dalam hal ini, kata dia kepada harian al-Riyadh, seperti yang dilansir oleh alarabiya.net pada Minggu (3/8).
“Hati saya hancur ketika melihat lulusan perempuan dari spesialisasi pendidikan yang berbeda, bukannya bekerja pada bidangnya malah mengerjakan pekerjaan yang sifatnya lebih adminsitratif. Saya masih terus berharap terutama setelah bertemu Menteri Pendidikan, Pangeran Khaled al-Faisal di kantornya di Jeddah,” kata dia.
Begitu juga dengan Fatin F. yang juga belajar di luar negeri pada Program Beasiswa Luar Negeri Raja Abdullah. Dia memperoleh gelar sarjana dalam bidang biologi pada 2012 lalu. Sejak kembali ke tanah air, harapan dan impian untuk mencari pekerjaan di negeri sendiri pupus sudah.
“Setelah lulus dan kembali ke tanah air, kami mengajukan beberapa resume ke Universitas di Saudi yang berbeda, tetapi mereka menolak untuk mempekerjakan kami dan memberikan berbagai alasan yang meyakinkan bahwa hanya ekspatriatlah yang tepat untuk mengisi posisi tersebut. Satu-satunya pilihan kami adalah untuk mengajukan permohonan pekerjaan melalui Departemen Layanan Sipil yang tidak mengalami kesulitan menemukan cara untuk memperkerjakan kami. Kementerian tidak memiliki pekerjaan yang tepat untuk lulusan perempuan dengan gelar master,” kata dia.
Setelah mengunjungi kementerian beberapa kali, Fatin mengatakan dia disarankan untuk tidak memasukkan gelar masternya dan jangan melamar pekerjaan dengan menggunakan gelar kesarjanaannya.
“Hal ini telah mempengaruhi kami secara emosional. Kami tidak memiliki keamanan finansial atau stabilitas dan kami telah menghabiskan bertahun-tahun bekerja keras untuk memperoleh gelar kami, tapi dengan fakta yang seperti ini, kita semua sedang menghadapi ancaman pengangguran.
“Mengapa kita harus bekerja keras jika pada akhirnya kita akan menganggur? Alih-alih menjadi sumber kebanggaan, gelar kami telah menjadi sumber rasa malu,” kata dia.
Fatin menyarankan sebuah komite harus dibentuk untuk mempelajari keadaan perempuan pengangguran yang memegang gelar master karena mereka dapat membantu memberikan kontribusi bagi perekonomian negara. (alarabiya.net)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...