Pergelaran Gema Nusantara Orchestra di Sri Ratu Semarang
SEMARANG, SATUHARAPAN.COM - Memperingati hari lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni, Orkestra St. Petrus & Paulus, Klepu, Godean-Yogyakarta menggelar konser "Gema Nusantara Orchestra" pada Sabtu (3/6) di Sri Ratu Convention Hall, Jalan Pemuda No. 35 Semarang Jawa Tengah.
Pergelaran akan dimeriahkan dengan penampilan orkestra-paduan suara dari St. Petrus & Paulus choir, tarian Pancasari oleh maestro tari Didik Nini Thowok, musik Lam Kwan dari Yogyakarta pimpinan Boen Hian Tong, serta kolaborasi penyanyi langgam Endah Laras.
"Gema Nusantara Orchestra" akan menampilkan repertoar lagu-lagu yang membawa semangat untuk membangkitkan kembali hidup dalam rumah besar Indonesia dalam suasana persahabatan-persaudaraan bersandingan dalam realitas keberagaman yang damai dan saling menghargai antar sesama. Pergelaran Gema Nusantara Orchestra sekaligus menjadi malam amal penggalangan dana bagi pembangunan gereja paroki St. Petrus & Paulus Klepu.
Repertoar yang ditampilkan diaransemen bersama Imoeng Mulyadi yang sekaligus bertindak sebagai conductor dan Martin Koehuan diantaranya "Medley Nusantara", "Di Timur Matahari" dengan diiringi paduan suara dari St. Petrus & Paulus. Lagu-lagu lainnya yang dibawakan adalah "Indonesia Jaya" ciptaan Chaken, "Negeri di Awan" (Katon Bagaskara), "Rayuan Pulau Kelapa" (Ismail Marzuki), "Tanah Airku" (Ibu Sud), "Gambang Semarang" (Oey Yok Siang).
Penyanyi langgam Endah Laras membawakan lagu-lagu "Untukmu Indonesia" (Guruh Soekarno Putra), "Tresna Jati" (Rm. Kuntoro Sj), serta "Ayo Ngguyu" (Waljinah). Pada lagu "Kebyar-kebyar" ciptaan Gombloh akan dinyanyikan oleh seluruh artis terlibat.
"Agar bisa menjadi sebuah pertunjukan yang menyatu serta tersampaikannya pesan yang dipentaskan, kami menyusun pertunjukan dalam sebuah narasi mengikuti jalannya pementasan. Sebuah narasi yang mengabarkan pentingnya hidup berdampingan yang harmoni dengan realitas keberagaman-keberagamaan dalam rumah bersama bernama Indonesia." kata penyusun narator Roci Marciano saat ditemui satuharapan.com di pelataran Jogja National Museum, Jumat (2/6) malam.
Gejala-gejala friksi hidup bersama di tengah masyarakat sebagai bangsa akhir-akhir ini membuat hidup berbangsa menjadi tidak nyaman. Belum bebasnya kehidupan berbangsa dari rasa fanatik akibat kesukuan, agama, maupun ras menjadi gambaran belum tertanamkannya rasa mendalam akan perlunya solidaritas nyata antar elemen bangsa sebagai sebuah keluarga besar: Indonesia.
Banjarmasin Gelar Festival Budaya Minangkabau
BANJARMASIN, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan memberikan dukungan p...