Ketika Tangan Rika Winata Mencintai Kain
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ruang pamer Bentara Budaya Yogyakarta dihiasi kain-kain karya seniman tekstil Caroline Rika Winata. Pameran bertajuk "Tangan Mencintai Kain" sebagai penanda sepuluh tahun perjalanan berkarya Caroline Rika Winata bersama studionya Wiru.
Karya-karya terbaru dari seniman tekstil Caroline Rika Winata ditampilkan dalam pameran bersama karya-karya awalnya yang terdiri dari stok lama yang tidak semua dijual dan disimpan sebagai arsip karya.
Rika melakukan eksplorasi kreasi tekstil dengan teknik tie die atau biasa dikenal dengan celup ikat. Teknik pewarnaan celup ikat merupakan teknik pewarnaan kain paling dasar dan primitif. Pewarnaan kain dengan teknik ini banyak ditemui di India, Afrika, dan Jepang. Masyarakat Jepang mengenalnya sebagai kain Shibori.
Di Indonesia istilah tie dye tidak begitu populer meskipun masyarakat sudah banyak memakainya dengan nama kain jumputan atau kain tenun ikat. Prinsip celup ikat adalah proses pewarnaan kain dengan cara menahan warna masuk ke kain dengan sebuah ikatan. Ikatan pada kain sebelum pewarnaan akan membuat warna serta motif acak maupun terpola setelah proses pencelupan selesai dilakukan. Meskipun dibuat dalam proses yang serupa, bisa dipastikan corak/motif kain jumputan/tenun ikat tidak akan serupa bahkan dalam satu lembar yang sama. Inilah yang menjadikan kain jumputan terkesan ekseklusif dan memiliki penggemar tersendiri.
Masyarakat Indonesia mengenal kain jumputan sudah cukup lama. Dalam Prasasti Sima yang berangka abad ke-10 disebutkan bahwa di nusantara telah berkembang teknik pembuatan kain yang memiliki pola hias seperti jumputan/celup ikat (tie dye). Di beberapa daerah di Indonesia sendiri masyarakat memiliki penyebutan yang berbeda: kain Pelangi (Palembang), Sasirangan (Banjarmasin), Tritik (Jawa) untuk menyebut kain celup ikat/jumputan.
Dengan teknik yang sederhana, harga kain celup ikat cukup terjangkau mulai dari Rp 75.000/meter tergantung bahan, corak, tingkat kesulitan pengerjaan. Penggunaan kain celup ikat pun beragam sebagaimana kain-kain lainnya semisal untuk baju, rok terusan, syal. Teknik pewarnaan celup ikat juga bisa digunakan untuk pakaian jadi seperti kaos. Meskipun teknik celup ikat dapat diterapkan pada berbagai macam jenis kain, namun kain berbahan sutra atau katun menjadi pilihan terbaik untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Fotografer asal Yogyakarta yang banyak bergelut di bidang fashion, Niken Pamikatsih kepada satuharapan.com, Sabtu (3/6) malam, menjelaskan tentang kesabaran, ketelatenan, serta konsistensi Rika selama bergelut dengan kain celup ikat sebagai kekuatan dalam berkarya disamping kemampuan bereksplorasi dengan warna serta teknik jahitan tangan yang khas.
"Pertama kali bertemu (Caroline Rika Winata) tahun 2010-an saat melakukan fashion show bersama grupnya di Jembatan Code Baru. Komunitasnya unik dengan eksplorasi idealis di bidang tekstil dengan teknik celup. Ini mirip dengan teknik Shibori dari Jepang. Konsisten dalam eksplorasi idealisnya (dalam teknik celup ikat) dengan terus mengembangkan ide-ide baru. Dan hingga saat ini, setiap bertemu Rika saya selalu dikejutkan dengan karya-karya barunya melalui teknik-teknik, corak, maupun warna-warna baru yang selalu berbeda dengan karya-karya sebelumnya." kata Niken.
Pameran "Tangan Mencintai Kain" yang dibuka pada Sabtu (3/6) malam akan berlangsung sampai tanggal 11 Mei 2017 di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto No. 2 Yogyakarta.
Banjarmasin Gelar Festival Budaya Minangkabau
BANJARMASIN, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan memberikan dukungan p...