Pergub Demo Akan Masuk Ruang Uji DPRD-Pemprov
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Unjuk Rasa. Sebagai gantinya, DKI mengeluarkan Pergub Nomor 232 Tahun 2015.
Namun pergub hasil revisi ternyata diprotes sejumlah elemen masyarakat saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD DKI Jakarta, Selasa (10/11) kemarin. Atas hal ini, DPRD dan Pemprov DKI berencana melakukan kajian atas protes tersebut.
Penolakan oleh delapan elemen masyarakat yang terdiri dari organisasi masyarakat, LSM, LBH, dan elemen mahasiswa, menyoroti masih dicantumkannya aturan pembatasan kebisingan 60 desibel dalam Pergub 232 Tahun 2015. Selain itu, elemen masyarakat yang hadir pun mendesak Pemprov DKI untuk menghapus pergub karena aturan unjuk rasa sudah diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Syarif mengatakan, desakan penghapusan merupakan murni aspirasi yang disuarakan oleh seluruh elemen masyarakat yang hadir. Oleh karenanya, Syarif berharap Pemprov DKI mau menarik pergub tersebut agar tidak terjadi perdebatan yang menghabiskan energi.
"Sebab kalau harus melalui Mahkamah Agung kan prosesnya panjang sehingga menghabiskan energi. Kita berharap kebijakan Pemprov DKI untuk mendengar aspirasi," kata Syarif, Rabu (11/11).
Syarif mengatakan, saat RDP elemen masyarakat yang hadir pun menyoroti pasal yang mangatur tingkat kebisingan 60 desibel. Sebab, menurut elemen masyarakat yang hadir, volume 60 desibel hanya dapat didengar dalam radius sekitar 20 meter.
"Minggu ini kita akan mengetes dampak kebisingan 60 desibel. Nanti ada alat yang kita datangkan untuk mengujinya," ujar Syarif.
Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) DKI Jakarta, Ratiyono mengatakan, keberadaan pergub untuk mengatur pelaksanaan penyampaian pendapat di ruang terbuka masih dibutuhkan. Sebab, secara implementasi, daerah perlu mengatur agar unjuk rasa tidak sampai mengganggu perekonomian maupun kepentingan masyarakat luas.
"Kalau pemerintah membiarkan berarti tidak ada tanggungjawab," kata Ratiyono.
Mengenai aturan kebisingan, Ratiyono mengungkapkan, aturan tersebut sebenarnya sudah ditegaskan melalui Keputusan Gubernur Nomor 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Tingkat Kebisingan di DKI Jakarta.
Menurut Ratiyono, tidak ada alasan untuk mempermasalahkan kebisingan 60 desibel. (feb/beritajakarta.com)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...