Perintah pada Minggu Transfigurasi
Dengarkanlah Dia!
SATUHARAPAN.COM –DA ”Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” (Mat. 17:3). Kita tidak tahu seberapa besar kebahagiaannya, namun jika Simon adalah orang yang suka mempelajari sejarah bangsanya, tentulah peristiwa di gunung itu memang istimewa. Dia melihat, dengan mata kepala sendiri, Sang Guru sedang bercengkerama dengan Musa dan Elia.
Musa memang bukan tokoh biasa. Dari sisi manusia, dia paling ganteng seangkatannya karena yang lainnya telah mati dibuang ke Sungai Nil begitu ketahuan bahwa mereka laki-laki. Dan Musa selamat. Tak hanya selamat, dia diangkat menjadi anak dari Puteri Firaun. Itu berarti dia menjadi pangeran Mesir, tentulah dengan kualitas pendidikan tinggi, sehingga boleh dibilang dia paling banyak pengetahuannya di kalangan orang sebangsanya. Belum lagi pengalaman 40 tahun menjadi pangeran, 40 tahun menjadi gembala domba, dan 40 tahun menjadi pemimpin bangsa yang baru merdeka. Siapakah manusia yang bisa menandingi naik turunnya kehidupan Musa.
Musa pun pribadi setia. Meski tahu tak boleh memasuki tanah Kanaan, dia tidak mutung. Dia setia menjalankan tugas memimpin umat Israel hingga selesai; dan itu berarti dia juga setia menyiapkan kader. Pada titik ini kepemimpinan Musa layak diapresiasi. Dia pemimpin bervisi. Baginya yang penting Israel punya tanah air sendiri. Dan karena dia tahu, dia tidak boleh masuk Tanah Kanaan, maka dia menyiapkan Yosua. Dan siapa sangka bahwa sejarah penyelamatan Allah akan berpuncak pada diri Yesus orang Nazaret. Yosua dan Yesus maknanya sama ”Yahwe menyelamatkan—Allah menyelamatkan”. Yesus adalah nama Yunani dan Yosua atau Yesaya adalah nama Ibraninya. Kepemimpinan Yosua bisa dimaknai secara simbolik. Itu terjadi ketika Musa mau mendidiknya.
Pribadi kedua adalah Elia. Jika Musa dipandang sebagai peletak dasar negeri Israel dengan hukum Taurat, maka Elia dipandang sebagai pemurni Taurat. Pada masa Elia, hubungan Israel dan Allah berada dalam kondisi yang sangat buruk. Ahab Sang Raja merasa berhak mengambil tanah orang Israel. Tak hanya merampas, dia juga membunuh Nabot dengan intrik. Dan Elia tidak tinggal diam. Elia menyatakan hukum.
Elia pribadi tegas, lugas, tanpa tedeng aling-aling. Dia pula yang memimpin pembunuhan 450 orang nabi Baal. Kedua orang itu, baik Musa dan Elia, memang bukan pribadi sempurna. Tetapi, mereka setia dalam pelayanan hingga akhir.
Bisa jadi kisah-kisah kedua orang besar—juga tentunya Yesus Orang Nazaret—memenuhi benak Petrus. Dia merasa mendapatkan kemuliaan bersama dengan orang-orang besar itu. Dan ia ingin tetap bersama mereka bertiga terus merasakan kemuliaan itu.
Dan itu bukan perkara mustahil. Caranya? ”Dengarkanlah Dia!” (Mat. 17:5). Demikianlah perintah pada Minggu Transfigurasi hingga hari ini.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...