Perkumpulan Prakarsa: Penerimaan Pajak 2013 Tidak Mencapai Target APBN-P 2013
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM Penerimaan pajak tahun 2013 diprediksi tidak akan mencapai target seperti yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013. Ekonom Perkumpulan Prakarsa Wiko Saputra mengatakan itu dalam diskusi publik Evaluasi Penerimaan Pajak 2013: Jalan di Tempat atau Mundur? di Jakarta pada Kamis (19/12).
Dari target 1.139,32 trilyun Rupiah yang ditetapkan, diprediksi canpaian realisasi total penerimaan pajak sampai akhir tahun hanya mencapai 1040,32 trilyun Rupiah atau 91,31 persen dari target. Ini merupakan titik terendah realisasi pencapaian target penerimaan pajak dalam tiga tahun terakhir ini. Kecuali Pajak Penghasilan (PPh) Migas, diprediksikan hampir semua jenis pajak tidak akan mencapai target yang sudah ditetapkan. kata Wiko Saputra.
Rendahnya penerimaan pajak diakibatkan lemahnya sistem perpajakan. Peneliti Kebijakan Publik Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan menyebutkan, Pada tahun 2012, tax ratio Indonesia baru mencapai 12,3 persen jika dihitung dari total penerimaan pajak Pemerintah Pusat, dan jika dimasukkan penerimaan pajak daerah, tax ratio baru mencapai 13,3 persen. Padahal rata-rata penerimaan pajak negara-negara yang termasuk dalam kelompok negara berpenghasilan menengah ke bawah mencapai 19 persen. Bahkan yang lebih mengenaskan lagi, rasio pajak Indonesia di bawah rata-rata negara berpenghasilan rendah yang secara rata-rata sudah mencapai 14,3 persen. Saat ini Indonesia kehilangan potensi penerimaan negara dari pajak yang sangat besar.
Formula tax tatio saat ini digunakan hampir seluruh negara di dunia. Formulanya adalah Jumlah Pajak dibagi Produk Domestik Bruto (PDB). Formula perhitungan tax ratio di Indonesia tidak memasukkan unsur pajak daerah, maupun penerimaan Sumber Daya Alam (SDA). Sementara PDB adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi suatu negara pada periode tertentu. PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional.
Ah Maftuchan menyebutkan ada lima sektor rawan praktik penghindaran pajak (tax avoidance), pengelakan pajak (tax evasion), dan rendahnya tax ratio. Yaitu pertanian, ekstratif pertambangan dan penggalian, kontruksi, pengangkutan, komunikasi, dan jasa-jasa. Sektor pertambangan dan penggalian
sumbangan terhadap tax ratio hanya sebesar 6,3 persen dengan total penerimaan pajak sebesar 60, 73 trilyun Rupiah pada tahun 2012. Padahal PDB untuk sektor pertambangan dan penggalian sudah sebesar 970, 6 trilyun Rupiah.
Global Financial Integrity pada 2011 menyatakan total uang illegal yang keluar dari Indonesia sebesar 123 milyar dolar Amerika Serikat setiap tahunnya dari 2001 hingga 2010.
Terkait kasus ini, Pemerintah terkesan abai dan belum ada upaya serius mengejar penghindar dan pengelak pajak kelas kakap. kata Ah Maftuchan dalam diskusi publik yang diadakan Perkumpulan Prakarsa bareng Yayasan Tifa.
Untuk itu Perkumpulan Prakarsa mengajukan usul perubahan mendasar dalam mengejar target peningkatan penerimaan pajak. Seperti penguatan, pembenahan, dan penambahan sumber daya manusia di otoritas perpajakan dan pemisahan kelembagaan Dirjen Pajak dari Kementerian Keuangan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...