Perlindungan Hutan Berbasis Hak, Paling Efektif Selamatkan Hutan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Perlindungan Hutan Berbasis Hak (PHBH) adalah pendekatan paling efektif untuk menjaga hutan sekaligus menjadi cara terbaik untuk menghindari kebijakan dan praktik perlindungan hutan yang melanggar hak asasi manusia. Dibutuhkan kemauan politik untuk mengurangi perusakan hutan yang terjadi, membentuk dan mengimplementasikan kebijakan tata kelola hutan yang mengadopsi pendekatan PHBH pada level nasional maupun lokal. Hal itu disampaikan Kepala Divisi Asia-Oceania Rainforest Foundation Norway (RFN) Hege Karsti Ragnhildstveit pada acara Launching dan Diskusi Panel “Perlindungan Hutan Berbasis Hak (PHBH) dan Politik Kehutanan Indonesia ke Depan”.
Masyarakat internasional, khususnya negara-negara kaya, berkewajiban mendukung upaya ini karena mereka juga akan mendapatkan manfaat dari terlindunginya gudang keanekaragaman hayati terpenting di dunia dan pengontrol suhu global yang signifikan. Namun, berbagai upaya perlindungan hutan tidak akan terjamin keberlangsungannya jika hak-hak dan kepentingan komunitas yang hidup di dalam dan di sekitar hutan diabaikan.
Laporan ini mendokumentasikan kekayaan pendekatan dan pengalaman RFN selama lebih dari dua puluh tahun dalam kerja-kerja perbaikan tata kelola dan perlindungan hutan.RFN menemukan bahwa cara terbaik untuk melindungi dan mengelola hutan adalah dengan memastikan bahwa masyarakat yang hidupnya bergantung dari hutan memiliki kendali dalam pengambilan keputusan terkait wilayah hidupnya.
Perlindungan hutan berbasis hak dimulai dari perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak-hak masyarakat adat serta komunitas lokal atas wilayah hidup, sumber daya, dan budaya mereka. Secara normatif, pendekatan ini dilandaskan pada berbagai standar hak asasi manusia internasional dan secara operasional diarahkan untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia. Perlindungan hutan berbasis hak juga mengakui peran penting komunitas setempat dan masyarakat adat maupun komunitas lokal dalam tata kelola hutan.
Pemerintah Indonesia pada 2011 mengeluarkan kebijakan penundaan penerbitan izin baru yang menjadi pijakan awal dalam melakukan perbaikan tata kelola kehutanan secara masif, yang dilanjutkan dengan inisiatif penerbitan dan pembaharuan sistem perijinan. Bersamaan dengan itu, proses pengukuhan kawasan hutan yang selama ini menjadi momok besar dalam sektor kehutanan Indonesia pun mulai diupayakan. Masyarakat pun mendapatkan posisi tersendiri untuk terlibat dalam penyusunan dan mengawasiimplementasi berbagai upaya perbaikan tersebut.
Sementara itu, Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35 Tahun 2012 yang mengeluarkan hutan adat dari kawasan hutan negara dan No. 45 Tahun 2011 yang menitahkan proses pemantapan kawasan hutan menjadi momentum yang sangat tepat untuk mendorong percepatan pembenahan tata kelola kehutanan di Indonesia. Kebijakan ini tak boleh lepas dari konteks perlindungan hutan berbasis hak (PHBH) sebagai sebuah konsep yang memastikan keterlibatan masyarakat adat serta komunitas lokal dalam proses pengambilan keputusan dan pembenahan sistem kehutanan.
Launching dan Diskusi Panel ini diselenggarakan Rainforest Foundation Norway (RFN) dan Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) di Jakarta pada Kamis (5/12).
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...