Perlukah Khawatir soal Laporan Pembekuan Darah dan Vaksin AstraZeneca?
SATUHARAPAN.COM-Badanan pengawas obat-obatan Eropa sedang meninjau sejumlah kecil laporan tentang pendarahan, penggumpalan darah, dan jumlah trombosit yang rendah pada orang yang telah menerima vaksin virus corona dari AstraZeneca.
Badan Obat Eropa (European Medicines Agency / EMA) mengatakan sejauh ini tidak menemukan hubungan kausal antara vaksin dan insiden tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengatakan tidak ada kaitan yang terbukti dan orang-orang tidak perlu panik.
Setidaknya 13 negara anggota UE termasuk Jerman, Prancis, Italia telah menangguhkan penggunaan suntiukan vaksin itu, menunggu hasil penyelidikan oleh EMA.
Inilah yang sejauh ini diketahui yang terkait dengan tentang efek samping yang diduga dialami beberapa orang dari vaksin AstraZeneca:
Apa yang terjadi?
Lebih dari 45 juta suntikan COVID oleh semua produsen telah diberikan di seluruh Uni Eropa dan Wilayah Ekonomi Eropa sejak vaksinasi dimulai hampir tiga bulan lalu.
EMA sedang menyelidiki laporan 30 kasus kelainan darah yang tidak biasa dari lima juta orang yang mendapat vaksin AstraZeneca di UE.
Fokus dan perhatian utama EMA adalah pada kasus penggumpalan darah di kepala, kondisi langka yang sulit diobati yang disebut trombosis vena serebral (CVT).
Di Jerman, tujuh orang berusia 20 hingga 50 tahun telah didiagnosis dengan CVT hingga 16 hari setelah vaksinasi per hari Senin (15/3), menurut otoritas vaksin nasional, Paul Ehrlich Institute (PEI). Berdasarkan tingkat CVT yang diketahui pada populasi umum, PEI diduga terjadi satu kasus dalam 1,6 juta.
Apa yang dikatakan negara lain dan AstraZeneca?
Inggris telah memberikan lebih dari 11 juta dosis vaksin AstraZeneca dan laporan pembekuan darah tidak lebih dari yang terjadi secara alami. Regulator obat Inggris telah mendesak warga Inggris untuk terus mendapatkan vaksin mereka, termasuk suntikan AstraZeneca.
Kanada mengatakan para ahli kesehatan yakin semua vaksin COVID-19 yang diberikan di negara itu aman, termasuk milik AstraZeneca.
AstraZeneca pada hari Minggu (14/3) mengatakan, tinjauan data keamanan lebih dari 17 juta orang yang divaksinasi di Inggris dan Uni Eropa dengan vaksinnya tidak menunjukkan bukti peningkatan risiko pembekuan darah.
Apa yang diselidiki EMA?
Para peneliti EMA sedang memeriksa apakah frekuensi kejadian lebih tinggi pada populasi yang divaksinasi daripada angka latar belakang normal.
Frekuensi normal diambil dari statistik kesehatan masyarakat atau catatan asuransi. Ini akan digabungkan dengan analisis medis dari setiap kasus dan wawasan dari literatur ilmiah.
Kepala pemantauan keamanan EMA, Peter Arlett, menambahkan kelangkaan CVT berarti pengawas harus lebih mengandalkan analisis kasus per kasus daripada data statistik yang jarang.
Seorang juru bicara otoritas vaksin Jerman, yang merupakan bagian dari penyelidikan, mengatakan bahawa EMA tidak akan mengesampingkan kausalitas.
Sebaliknya, EMA akan menilai kemungkinan peningkatan risiko kondisi tersebut dan mempertimbangkannya terhadap manfaat memerangi COVID-19 dan memberikan bantuan untuk sistem kesehatan.
Misalnya, vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer dan Moderna telah dikaitkan dengan peningkatan risiko anafilaksis, tetapi tetap direkomendasikan karena manfaatnya lebih besar daripada risiko efek samping yang dapat diobati.
Regulator mengatakan untuk saat ini tetap "yakin dengan kuat" bahwa manfaat produk lebih besar daripada risiko apa pun.
Apa yang ditunjukkan oleh uji klinis?
AstraZeneca dan regulator Eropa mengatakan bahwa kekhawatiran tentang gangguan pembekuan darah tidak muncul selama uji coba pada manusia.
Pemantauan keamanan setelah persetujuan adalah kunci, karena efek samping yang sangat jarang, atau yang mempengaruhi hanya sebagian kecil populasi, hampir tidak mungkin untuk diidentifikasi selama uji klinis, menurut PEI.
Adakah preseden ketakutan keamanan terhadap vaksin?
Di Jepang, rekomendasi pemerintah untuk penggunaan vaksin human papillomavirus (HPV) untuk mencegah kanker serviks telah ditangguhkan sejak Juni 2013, karena laporan media tentang dugaan sindrom nyeri. Hal ini menuai kritik dari WHO.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam The Lancet Public Health tahun lalu menyimpulkan penangguhan yang berkelanjutan akan menyebabkan ribuan kematian akibat kanker selama beberapa dekade berikutnya.
Di Ukraina, ketidakpercayaan yang mendalam terhadap vaksin telah memungkinkan campak berkembang menjadi epidemi. Keragu-raguan vaksin berakar pada korupsi dan ketidakpercayaan terhadap otoritas, tetapi juga pada penangguhan sementara pemerintah pada tahun 2008, ketika seorang anak laki-laki berusia 17 tahun meninggal tak lama setelah menerima vaksin campak-rubella. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...