Pernyataan Sikap GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia: Negara Tunduk pada Kelompok Intoleran
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Jemaat GKI Yasmin, Bogor dan HKBP Filadelfia, Bekasi, kembali melakukan ibadah rutin dua mingguan yang terpaksa dilakukan di seberang Istana Medan Merdeka Jakarta, Minggu (10/11) untuk meminta perhatian dan penyelesaian dari pemerintah pusat atas gedung gereja mereka yang ditutup oleh pemerintah daerah Bogor dan Bekasi.
Ibadah yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan sekaligus mengambil tema tentang kepahlawanan. Sekitar 100 jemaat mengikuti peribadatan di bawah terik matahari. Peribadatan dipimpin oleh Pendeta R. Ginting dari Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Usai ibadah, jemaat menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan mengheningkan cipta bagi para pahlawan yang telah memerdekan Indonesia dari cengkraman penjajahan.
Selanjutnya dibacakan pernyataan sikap dari jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia dengan judul Democracy Forum, Hari Pahlawan dan Realitas Tunduknya Negara pada Kelompok Intoleran di Indonesia, yang dibacakan oleh juru bicara GKI Yasmin, Bona Sigalingging.
Berikut pernyataan sikap GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia:
"Bali Democracy Forum, Hari Pahlawan dan Realitas Tunduknya Negara pada Kelompok Intoleran di Indonesia"
Hari ini, 10 Nopember 2013, diperingati Indonesia sebagai Hari Pahlawan. Esensi utama pahlawan adalah keteladanan, dimana orang banyak dapat belajar dan mengikuti contoh baik yang dilakukan seseorang lainnya bagi sesamanya, bagi tanah air dan negaranya. Dia bisa berarti dalam konteks kemerdekaan bangsa, juga bisa dalam keseharian masa kekinian negeri ini.
Dalam konteks kehidupan kekinian, terkait esensi utama kepahlawanan yaitu keteladanan, pemimpin bangsa, apalagi Presiden, adalah seseorang yang diharapkan dapat selalu menjadi teladan warga negaranya, utamanya terkait bagaimana perkataan Sang Pemimpin dapat segaris dengan apa yang dilakukannya, dalam konteks berbangsa dan bernegara.
Di Bali, 7 Nopember 2013, saat membuka Bali Democracy Forum VI, yg mengambil tema: "Consolidating Democracy in Pluralistic Society", Presiden SBY berpidato dan mengajari kepala-kepala delegasi dari berbagai negara yg menghadiri forum tersebut soal yg diklaimnya sebagai keberhasilan demokrasi a la Indonesia. SBY dengan bangga menyatakan bahwa di Indonesia, dengan dirinya sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, Indonesia berhasil berdemokrasi dengan cara menjamin prinsip demokrasi dalam undang-undang dengan berpegang pada Bhinneka Tunggal Ika, dengan menjamin perlindungan kebutuhan dasar warga negara terutama dalam kebebasan beragama serta promosi demokrasi dengan pengembangan sikap toleransi dan inklusif.
Pada hari yang sama, 7 Nopember itu, pada pukul 16.03 WIB, akun twitter Presiden SBY, @SBYudhoyono , mengeluarkan sebuah pesan berbunyi: "Presiden SBY: Konsolidasi demokrasi merupakan proses berkelanjutan yg beri ruang kebebasan namun hrs disertai dg kepatuhan pada hukum"
Sehubungan dengan esensi kepahlawanan, dimana perkataan harus selaras dengan perbuatan, nyatalah Presiden SBY tidaklah memiliki keteladanan. Bukan hanya sekali ini saja Presiden SBY mengumbar ilusi keberhasilan pemerintahannya dalan tegaknya hukum dan konstitusi, demokrasi, dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Namun dalam kenyataannya, jauh panggang dari api.
Presiden SBY bicara soal Bhinneka Tunggal Ika di Bali, namun dalam kenyataannya, nilai ini tidak ditegakkan di Republik Indonesia, saat kelompok-kelompok agama dan kepercayaan yang dianggap minoritas di Indonesia terus dibiarkan hidup dalam ketidakpastian dan bahkan ketakutan. Negara, dimana Presiden SBY menjadi kepalanya, absen dalam memberikan perlindungan hak beragama dan beribadah bagi Ahmadiyah, Syiah, kelompok kepercayaan asli daerah, serta beragam peristiwa intoleransi terkait pembangunan rumah ibadah. Lalu, apa artinya pidato Presiden di Bali itu?
Presiden SBY di Bali bicara soal kebutuhan beribadah bagi warganya yg harus disediakan negara, namun bagaimana Presiden SBY tanpa malu menutupi kenyataan bahwa Menteri Agama Suryadarma Ali bahkan baru-baru ini menyampaikan bahwa "pemberangusan Ahmadiyah" adalah satu cara untuk mencegah konflik?
Presiden SBY, sebagaimana terbaca di akun twitternya dan masih terkait Forum Demokrasi di Bali, bicara soal kepatuhan pada hukum dengan begitu indah. Namun bagaimana Presiden SBY bisa menjelaskan terjadinya pembangkangan hukum yang dilakukan Wali Kota Bogor terkait GKI Yasmin dan Bupati Bekasi terkait HKBP Filadelfia, dimana dua gereja yang dinyatakan sah oleh pengadilan tertinggi di Republik Indonesia malah dibiarkan disegel dan ditutup oleh dua kepala daerah tersebut. Lalu dimana peran Presiden untuk memastikan hukum, dan konstitusi ditegakkan, saat Presiden sampai sekarang tetap diam dan tidak mengkoreksi kepala daerah-kepala daerah tersebut?
Di Hari Pahlawan ini, jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia kembali berharap bahwa keteladanan akan dimiliki Presiden SBY: bahwa dengan segala kewenangannya, dan tanggung jawab konstitusionalnya, Presiden berani tegakkan hukum dan konstitusi, bagi seluruh warga negaranya tanpa kecuali, dan berhenti menciptakan dan menyebarkan ilusi keberhasilan penegakkan hukum dan toleransi di Indonesia di masa pemerintahannya.
Sebab, jika memang pidato Presiden SBY di Forum Demokrasi di Bali baru-baru ini bukan sekedar omong kosong, maka seharusnya jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia beribadah di gerejanya masing-masing yang sah. Jemaah Ahmadiyah seharusnya bebas beribadah tanpa ketakutan di Indonesia dimanapun mereka berada. Jemaah Syiah tidak terus dipojokkan karena keyakinannya dan tidak disuruh "bertobat" mengikuti keyakinan kelompok mayoritas, dan para penganut kepercayaan asli di daerah tidak didiskriminasi dalam layanan administrasi kependudukan serta dalam peribadatannya. Seharusnya, tanpa kecuali, tidak sepatutnya sentimen anti-pendirian rumah ibadah dari kelompok agama yang dianggap minoritas di daerah manapun di Indonesia, dari Sabang sampai Papua, dibiarkan berkembang dan menyebar, dan sebaliknya, justru harus segera dihentikan dengan berlandaskan pada prinsip kebebasan beragama dan beribadah bagi seluruh waga negara sebagaimana dijamin UUD 1945.
Presiden SBY, Anda masih punya waktu. Sebelum suksesi 2014, tinggalkanlah warisan yang baik dan besar bagi negeri ini, bahwa Anda sebagai Presiden menegaskan bahwa Indonesia adalah rumah bersama bagi semua.
Bila Anda lakukan hal tersebut, Andalah pahlawan masa kini Republik Indonesia
Jakarta, 10 Nopember 2013
GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...