Persoalan Penyandang Disabilitas Selalu Dilihat Parsial
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Persoalan penyandang disabilitas—penyandang cacat—selalu dilihat secara parsial. Hal ini menandakan bahwa permasalahan disabilitas belum dipahami keseluruhan. Padahal permasalahan disabilitas terkait dengan yang lain. Tidak berdiri sendiri.
”Disabilitas bisa menyebabkan kemiskinan kalau disabilitasnya tidak di-treatment sedemikian rupa. Tetapi, kemiskinan pun bisa menyebabkan disabilitas, misalnya kalau orang kurang gizi. Jadi, itu tidak bisa ini dipecahkan secara parsial,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Wahana Inklusif Indonesia Tolhas Damanik ketika diwawancara di At America pada hari Selasa (24/9) usai diskusi ‘Promoting and Advocating for Disability Rights’ (Promosi dan Advokasi Hak-Hak Kaum Disabilitas).
Fasilitas publik dan transportasi publik tidak mudah terakses. Dua hal yang dicontohkan Tolhas Damanik ini selalu menjadi tantangan dan rintangan penyandang disabilitas untuk maju.
Tolhas Damanik mencontohan juga masalah trotoar. Trotoar yang dibuat tinggi dan dipasangi pipa-pipa dengan dalih membuat sepeda motor tidak naik ke atasnya merupakan bentuk cara berpikir parsial.
“Lalu bagaimana dengan pengguna kursi roda? Setengah mati dia naik. Begitu orang tergelincir itu bukan masalah disabilitas aja.” kata Tolhas Damanik yang merupakan penyandang tuna netra.
Menurut Tolhas Damanik, ruang publik yang dibangun juga harus mengakomodir penyandang disabilitas. Tetapi, jumlah penyandang disabilitas merupakan minoritas. Dan, ada pandangan bahwa mengakomodir penyandang disabilitas merupakan satu kerugian ekonomis. Hal ini lebih kecil bila dibandingkan dengan mayoritas persentase orang yang musti diakomodir. Pandangan ini yang menghambat penyandang disabilitas bekerja. Mengakomodir penyandang disabilitas dianggap tidak efektif dan efisien.
Padahal, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah mengeluarkan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas) pada 2007. Konvensi ini sudah diratifikasi pemerintah Indonesia.
“Konsukuensinya ketika itu diratifikasi kita harus report ke PBB. Pemenuhan hak-hak apa yang sudah dilakukan Pemerintah.”
Editor : Bayu Probo
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...