Pertemuan Jeddah, Dua Pihak Yang Berperang di Sudan Sepakati Tujuh Poin
JEDDAH, SATUHARAPAN.COM-Pembicaraan yang dimediasi Amerika Serikat dan Arab Saudi antara tentara Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat paramiliter di Jeddah, Arab Saudi, membuat sedikit terobosan pada hari Kamis (11/5) setelah ditandatangani perjanjian yang berkomitmen untuk melindungi warga sipil Sudan.
Sementara pembicaraan belum mencapai solusi akhir untuk krisis yang mencengkeram negara sejak 15 April, Pembicaraan Jeddah akan berlanjut dengan tujuan mencapai gencatan senjata selama sekitar 10 hari untuk memfasilitasi langkah-langkah konkret, seperti pengiriman bantuan kemanusiaan yang aman, dan penarikan pasukan dari rumah sakit.
Pembicaraan juga akan membahas pengaturan untuk diskusi lebih lanjut untuk mencapai akhir permusuhan yang permanen pada akhirnya.
Berikut adalah ikhtisar dari kesepakatan yang ditandatangani pada hari Kamis yang terdiri dari tujuh poin yang ditujukan untuk meringankan situasi kemanusiaan warga sipil dan melindungi kehidupan mereka.
- Menyetujui bahwa kesejahteraan warga sipil adalah prioritas utama, memastikan bahwa mereka dilindungi setiap saat dan memberi mereka jalan yang aman untuk melarikan diri dari daerah yang terkena dampak pertempuran.
- Menghormati Hukum Humaniter Internasional dan hukum hak asasi manusia internasional yang misalnya mewajibkan membedakan sasaran sipil dan militer, tidak menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia, dan menghormati institusi publik dan swasta.
- Menyetujui perlunya melanjutkan kembali operasi kemanusiaan utama dengan memfasilitasi perjalanan bantuan kemanusiaan tanpa hambatan dan menjamin kebebasan pergerakan personel bantuan, melindungi pekerja kemanusiaan dan tidak mengintervensi pekerjaan operasi kemanusiaan.
- Berkomitmen untuk melakukan segala upaya yang menghormati kewajiban Hukum Humaniter Internasional.
- Mengizinkan aktor terkait, seperti Bulan Sabit Merah Sudan dan/atau Komite Palang Merah Internasional, untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menguburkan jenazah dengan berkoordinasi dengan otoritas terkait.
- Memastikan bahwa semua orang yang beroperasi di bawah instruksi angkatan bersenjata dan RSF mematuhi Hukum Humaniter Internasional.
- Memprioritaskan pembicaraan untuk mencapai gencatan senjata jangka pendek untuk memudahkan pengiriman bantuan kemanusiaan yang mendesak dan memulihkan layanan penting dan berkomitmen untuk menjadwalkan diskusi yang lebih luas untuk mencapai akhir permusuhan yang permanen.
Pertempuran yang dimulai bulan lalu antara panglima militer Abdel Fattah al-Burhan dan mantan wakilnya Mohamed Hamdan Daglo, yang memimpin RSF, telah menewaskan lebih dari 750 orang.
Kekerasan itu juga telah mendorong ratusan ribu orang meninggalkan rumah mereka, dengan jumlah orang yang terlantar secara internal di Sudan lebih dari dua kali lipat dalam seminggu menjadi lebih dari 700.000, kata badan migrasi PBB.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperkirakan bahwa lima juta orang tambahan akan membutuhkan bantuan darurat di dalam Sudan, sementara 860.000 orang diperkirakan akan mengungsi ke negara-negara tetangga yang sudah mengalami krisis pada saat negara-negara kaya mengurangi bantuan. (Al Arabiya)
Editor : Sabar Subekti
Kepala Pasukan UNIFIL: Posisi PBB di Lebanon Berisiko Didudu...
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Kepala pasukan penjaga perdamaian PBB mengatakan pada hari Jumat (1/11) bahw...