Pertemuan Pemuda Buddha, Langkah Strategis Bangun Cinta Tanah Air
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan kegiatan Temu Generasi Muda (TGM) Niciren Syosyu Indonesia (NSI) yang diikuti kaum remaja dan pemuda Buddha merupakan langkah strategis dalam membangun rasa cinta tanah air.
Menag menyampaikan hal itu saat membuka Temu Generasi Muda (TGM) ke-32 Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) di Kantor Pusat Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, di Jalan Minangkabau, Manggarai, Jakarta, Selasa (2/7) malam.
“Saya melihat ini sebagai satu langkah strategis dan penting bagi generasi muda dalam membangun rasa cinta tanah air dan mendatangkan harapan. Saya memberikan dukungan penuh terkait kegiatan ini,” kata Menag, seperti dilaporkan Benny Andriyos dan dilansir situs resmi kemenag.go.id.
TGM 2019 mengusung tema “Menjadi Manusia Indonesia yang Unggul Berdasarkan Saddharmapundarika Sutra”. Tampak hadir dari Dirjen Bimas Buddha, dan segenap pengurus Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) Pusat.
Menag mengapresiasi Parisadha Budha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) atas inisiatifnya melaksanakan Temu Generasi Muda secara berpindah di berbagai kota di Indonesia.
“Mudah-mudahan generasi Buddha terus berkembang dan berkualitas serta memberikan sumbangsih bagi Indonesia,” kata Menag.
Memfasilitasi Bukan Mengatur
Di hadapan ratusan peserta TGM 2019 Menag pun mengajak untuk menjadi orang Indonesia yang baik. Ini sesuai dengan tema TGM 2019, yaitu “Menjadi Manusia Indonesia yang Unggul Berdasarkan Saddharmapundarika Sutra”.
“Indonesia dikenal sebagai bangsa yang sangat religius. Keberagaman masyarakat kita sangat kental. Apapun suku dan etis bangsa kita sangat kental dengan nilai agama. Semua kearifan lokal juga dirujuk dari nilai agama,” ujar Menag.
Indonesia, kata Menag, adalah negara yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Karena masyarakatnya yang religius maka negara tidak bisa melepas begitu saja.
“Negara wajib memfasilitasi dan melayani bukan mengatur atau memaksa orang memeluk agama tertentu,” tutur Menag.
Terkait bagaimana menyikapi agama di tengah keragaman dan kemajemukan Menag pun memaparkan dua pendekatan kepada peserta TGM 2019.
Menag menuturkan agama bisa dilihat dari dua cara pandang agar umat beragama bijak melihat persoalan keagamaan tersebut yaitu cara pandang dari sisi luar dan sisi dalam.
Agama dilihat dari sisi luar misalnya melihat secara kelembagaan seperti agama Islam, Kristen, Buddha dan agama lainnya.
“Kalau kita melihat agama secara kelembagaan pasti kita menemukan keragaman dan tidak ada yang tunggal,” kata Menag.
Ia menambahkan, bila melihat dari sisi dalam yaitu esensi atau inti ajaran agama maka akan yang dilhat adalah sifat prinsipiil.
“Dari sisi dalam kita tidak akan melihat keragaman melainkan kesamaan. Misalnya menjunjung tinggi harkat martabat manusia, kesamaan di depan hukum, dan menjaga lingkungan hidup,” ujar Menag.
“Pesan saya, di tengah kemajemukan dan keragaman, mari kita lebih mengedepankan sisi dalam tanpa harus mempersoalkan sisi luar. Maka kerukunan umat beragama di Indonesia akan menemukan titik kesamaan yang lebih banyak,” Menag menambahkan.
Berkunjung ke Pondok Pesantren
Sementara itu Ketua Umum NSI Suhadi Sanjaya mengatakan TGM 2019 diikuti 170 peserta dari 18 provinsi. Ajang tahunan ini berlangsung dari 2-8 Juli 2019 dan dipusatkan di Jawa Timur.
“Ini menjadi salah satu landasan membangun kekuatan yang baik bagi remaja sehingga TGM bisa membangun remaja yang berkualitas baik dari sisi emosional dan spritual,” kata Suhadi.
Dalam TGM 2019 para peserta akan mengunjungi sejumlah tempat di Jawa Timur di antaranya pondok pesantren, jejak sejarah peninggalan Majapahit, serta mendapat pembekalan dari para tokoh nasional, di antaranya Prof Mahfud MD, KH Mustofa Bisri atau yang akarab disapa Gus Mus, dan Wali Kota Surabaya.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...