Pertumbuhan 2014 cuma 5,02 Persen, Menkeu: Ini Alarm Keras!
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro tidak gentar dengan data Badan Pusat Statistik yang menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014, dengan tahun dasar 2010 sebesar 5,02 persen (kumulatif kuartal I-V).
"Saya mengerti, memang 2014 itu perlambatan. Maka dari itu kita perlu mendorong 2015 dengan belanja infrastruktur," kata Bambang pada rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/2).
Menkeu mengaku masih optimistis ekonomi Indonesia dapat tumbuh 5,7 persen pada 2015.
Menkeu mengakui perlambatan ekonomi 2014 merupakan alarm keras bagi pemerintah agar lebih serius mendongkrak faktor-faktor penyumbang pertumbuhan ekonomi.
Bambang mengemukakan saat ini untuk penerimaan negara pemerintah masih mengandalkan aliran investasi, baik dari pemerintah, melalui optimalisasi belanja anggaran untuk pembangunan, dan juga mengoptimalkan peran swasta dalam pembiayaan pembangunan.
Bambang meyakini iklim investasi akan terus membaik di 2015, dan mendorong investasi swasta menjadi kontributor pendorong pertumbuhan ekonomi.
Faktor-faktor penyumbang pertumbuhan ekonomi lainnya, seperti ekspor, diakui Bambang, sulit untuk menjadi penopang pada 2015 karena penurunan harga komoditas dan prelambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang.
"Maka dari itu, kami optimalkan belanja di anggaran. Seperti halnya penyertaan modal negara (PMN) itu kan investasi pemerintah," Bambang menambahkan.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis (5/2), mengumumkan pertumbuhan ekonomi secara kumulatif di 2014 sebesar 5,02 persen.
Pada 2015, target pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi, sesuai draf rancangan APBN-Perubahan 2015 adalah 5,7 persen.
DPR Genjot Gizeling Pajak
Sementara itu, anggota Komisi dari fraksi PDI Perjuangan, Maruarar Sirait meminta pemerintah serius memerhatikan faktor-faktor yang potensi memicu pertumbuhan ekonomi melambat.
Dia mengatakan kebijakan pemerintah yang baru diambil di sektor pajak, seperti "gizeling" dan juga rencana pengampunan pajak (tax amnesty) harus dikaji mendalam agar tidak memberikan implikasi negatif ke sektor rill, sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. "Jangan sampai kebijakannya antitesis,” kata Maruarar. (Ant).
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...