Pertumbuhan Penduduk Dunia Pesat di Negara-negara Miskin
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Pertumbuhan penduduk masih merupakan masalah yang serius, karena hal ini akan terkait dengan eksploitasi sumber daya yang disediakan planet bumi ini yang makin terbatas. Para ahli di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperkirakan bahwa sampai akhir abad ini (2100) penduduk bumi akan mencapai 11 miliar jiwa dari sekarang sebesar tujuh miliar jiwa.
Namun para ahli itu juga meperkirakan jika tidak ada upaya menekan pertumbuhan, maka angka pertumbuhan penduduk bumi bisa mencapai lebih dari 200 juta jiwa per tahun, yang berarti pada akhir abad ini penduduk dunia bisa mencapai total 28 miliar jiwa.
Masalahnya, pertubuhan penduduk yang tinggi justru terjadi di negara-negara miskin. Penduduk di Sub-Sahara Afrika akan bertambahn menjadi empat kali lipat pada tahun 2100, seperti diperkiraan United Nations Population Fund (UNFPA/ Dana PBB untuk Kependudukan). Hal ini terjadi karena akses pada pendidikan seks dan keluarga berencana tidak terjadi seperti yang diharapkan.
Menurut Ute Stallmeister dari Yayasan Jerman untuk Populasi Dunia, seperti dikutip dw.de, lonjakan populasi terjadi karena angka kesuburan di negara-negara tertentu tidak turun seperti yang diharapkan. Dan setiap tahun sekitar 80 juta wanita di negara berkembang hamil dengan tidak direncanakan, karena akses ke pendidikan seksual dan pengendalian kelahiran tidak cukup tersedia.
Sebaliknya, pada saat yang sama, populasi di negara-negara industri justru menyusut. Pada tahun 2050, penduduk Jerman diperkirakan menurun sebesar 10 juta. "Mengingat bahwa kita sudah memiliki kekurangan pekerja terampil, kita pasti membutuhkan lebih banyak imigran dari negara-negara lain di masa mendatang," kata Stallmeister.
Kemiskinan dan Konflik
Laporan UNFPA menyebutkan, negara-negara dengan tingkat pertumbuhan tercepat sudah mengalami kesulitan dalam menyediakan makan bagi penduduk mereka. Di seluruh dunia, kebutuhan penting seperti air, energi dan pangan menjadi semakin langka dan lebih mahal.
Pada saat yang sama, negara-negara di seluruh dunia dihadapkan dengan dampak perubahan iklim. "Jika kita meningkatkan pembangunan manusia dengan menghancurkan lingkungan, maka kita menciptakan masalah baru," kata Helen Clark, Kepala Program Pembangunan PBB (UNDP).
Tugas yang paling mendesak, menurut Clark, adalah beradaptasi dengan perubahan iklim, mengembangkan struktur sosial dan pembangunan berkelanjutan secara ekologis dan ekonomi. Dan yang penting mengembangkan lembaga pemerintahan yang baik dan upaya perdamaian.
"Kita akan melihat dalam perjalanan 12 sampai 15 tahun mendatang, peta kemiskinan akan sangat banyak, dan terdapat di kawasan di mana ada konflik, banyak terjadi kekerasan bersenjata, risiko bencana yang tinggi, ketahanan masyarakat rendah, serta pemerintahan yang lemah dan negara-negara rapuh," katanya.
Peluang Kamum Muda
Di sisi lain, UNFPA menyebutkan bahwa dewasa ini jumlah orang muda (di bawah 25 tahun) menempati sekitar 40 persen dari penduduk dunia. Mereka bukan hanya kelompok pendudu dunia yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan penduduk, tetapi juga mereka kelompok penduduk yang tinggi mobilitasnya.
Disebutkan bahwa sekitar 12 persen dari penduduk dunia berusia 14 hingga 24 tahun bermigrasi ke negara lain untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan pekerjaan. UNFPA berkaitan dengan hari pemuda menyoroti bahwa migrasi di kalangan pemuda memberi keuntungan bagi kedua negara (asal dan tujuan).
Stallmeister mengatakan tentang pendidikan sebagai fokus utama, dan tidak melihat sisi negatif saja dari pertumbuhan penduduk. "Jumlah yang besar dari orang muda di negara-negara merupakan peluang besar," katanya. "Para Macan Asia menunjukkan mereka berinvestasi dalam pendidikan dan pekerjaan, sehingga pada waktu yang tepat orang muda mampu untuk mencari nafkah dan memajukan negara."
Hal ini juga bisa menjadi resep bagi negara-negara Afrika. " Hal itu diharapkan pada Afrika, yang sering disebut sebagai 'singa akan melompat.” Masalahnya bagi Afrikan, sebelum singa Afrika benar-benar dapat lepas landas, masalah peningkatan populasi perlu ditangani, kata Stallmeister.
Stallmeister mengatakan bahwa, "Perempuan muda dengan pendidikan lanjutan umumnya memiliki anak lebih sedikit daripada wanita dengan pendidikan rendah." Oleh karena itu, skenario terbaik untuk 2100 dalam menciptakan "sebuah dunia tanpa kemiskinan, kelaparan dan kesengsaraan" akan terjadi jika setiap perempuan memiliki pendidikan yang cukup untuk memutuskan berapa banyak anak yang dia inginkan. (dw.de / unfpa.org)
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...