Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 09:28 WIB | Jumat, 15 April 2016

Pertumbuhan Penjualan Rumah di Jabodetabek Minus 23,1 Persen

Masyarakat kota Bekasi antusias menghadiri Pameran Rumah Rakyat di Bekasi Square Mall. (Foto-foto: Melki pangaribuan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Indonesia Property Watch (IPW) menyoroti penurunan tingkat penjualan properti pada kuartal pertama 2016. Oleh karena itu mereka meminta Bank Indonesia  mengeluarkan kebijakan guna menyelamatkan kinerja sektor properti.

"Berdasarkan riset yang dilakukan terhadap proyek-proyek perumahan di wilayah studi Jabodebek-Banten, diperlihatkan nilai penjualan di kuartal I/2016 mengalami penurunan sebesar minus 23,1 persen q-to-q/antarkuartal," kata Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Ali memaparkan, penurunan itu sejalan dengan prediksi IPW yang mengungkapkan bahwa kenaikan penjualan pada kuartal IV/2015 belum dapat dijadikan pola tren kenaikan pasar perumahan pada kuartal berikutnya.

Dia mengungkapkan, hampir semua wilayah mengalami penurunan nilai penjualan dengan segmen menengah masih menguasai tingkat penjualan sebesar 52,19 persen dibandingkan dengan segmen besar 28,27 persen dan kecil 19,54 persen.

Fenomena tersebut dinilai berbeda dengan komposisi segmen besar yang sempat mendominasi penjualan pada kuartal sebelumnya.

"Terpatahkannya tren kenaikan penjualan di kuartal sebelumnya menggambarkan bahwa pasar perumahan masih belum dapat bergerak stabil," katanya.

"BI rate" (suku bunga acuan) yang berada di level 6,75 persen dinilai belum dapat mengangkat daya beli masyarakat, menyusul suku bunga KPR perbankan yang belum juga kunjung turun.

Selain itu, ujar dia, kendala pasar juga datang dari aturan "loan to value" (LTV) dan KPR inden yang tak kunjung diperlonggar padahal keduanya dapat memberikan stimulus pasar.

"Indonesia Property Watch menilai sudah saatnya pemerintah dan Bank Indonesia melakukan relaksasi kebijakan di tengah kondisi pasar perumahan dan properti yang belum pulih bahkan berpotensi untuk jatuh lebih dalam lagi bila tidak ada perubahan signifikan dari sisi kebijakan," katanya.

Menurut dia, bila kebijakan membantu sektor properti dibiarkan terlalu lama maka akan menyisakan biaya sosial yang cukup tinggi karena para pengembang tidak dapat menahan laju arus kasnya bila pasar perumahan belum juga bergerak naik.

Sebagaimana diwartakan, penurunan suku bunga terkait kredit penjualan perumahan (KPR) di berbagai bank serta sejumlah kebijakan relaksasi properti dinilai bakal menggairahkan peningkatan penjualan perumahan di masa mendatang.

"Diharapkan dengan suku bunga yang semakin turun dan diharapkan di bawah 10 persen akan meningkatkan penjualan perumahan yang lebih tinggi di semester II 2016," kata Direktur Riset Cushman & Wakefield Arief Rahardjo dalam paparan properti di Jakarta, Kamis.

Menurut Arief Rahardjo, sejumlah kebijakan relaksasi seperti "loan to value" (LTV) yang diberlakukan sejak Juni 2015 dinilai belum memperlihatkan dampak yang signifikan dari segi penjualan perumahan.

Selama ini, ujar dia, jumlah unit perumahan yang terjual  kecenderungannya masih menurun.

"Apakah nanti setelah penurunan suku bunga tahun ini akan berdampak, ini yang akan terus kami amati," katanya.

Ia mengungkapkan, kebanyakan penjualan perumahan yang difavoritkan di Jabodetabek adalah yang memiliki kisaran harga antara Rp750 juta sampai Rp1,6 miliar. (Ant)

 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home