Perundingan Suriah Terancam Gagal, Karena Hanya Sedikit Kemajuan
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Perundingan damai antara delegasi pemerintah Suriah dengan oposisi di Jenewa akan berakhir dengan kegagalan bila situasi seperti sekarang berlanjut, kata menteri rekonsiliasi Suriah kepada AFP, hari Selasa (11/2).
“Dengan situasi hingga saat ini, tidak mungkin ada terobosan. Sebaliknya, saya rasa dengan keadaan sekarang perundingan Jenewa akan berakhir dengan kegagalan,” kata Ali Haidar setelah hari kedua perundingan di kota di Swiss itu berakhir dengan Lakhdar Brahimi sebagai mediator mengakui hanya ada sedikit perkembangan.
Haidar mengatakan, “tidak ada terobosan baik dari perlawanan terhadap terorisme maupun proses politik.”
Pemerintah Suriah bersikeras bahwa perlawanan terhadap “terorisme” oleh para pemberontak yang ingin menggulingkan mereka harus menjadi agenda utama perundingan Jenewa. “Kedua pihak sebelumnya sudah yakin bahwa dialog ini tidak akan menghasilkan penyelesaian untuk krisis Suriah,” kata Haidar.
Dia mengatakan bahwa babak kedua perundingan damai yang sedang dijalankan di Jenewa harus disusul negosiasi babak pertama di Damaskus. “Kami benar-benar yakin bahwa solusinya tidak bisa muncul di Jenewa, tapi dari dalam Suriah,” kata dia.
Pembicaraan damai untuk Suriah yang disponsori PBB hanya mencapai sedikit kemajuan dalam sesi pertemuan hari Selasa (11/2) dengan kesepakatan untuk memberikan akses bantuan kemanusiaan bagi warga yang terkepung.
Wakil Khusu PBB dan Liga Arab, Lakhdar Brahimi, sebagai mediator mengatakan bahwa pembicaraan antara Pemerintah Suriah dan oposisi hanya membuat sedikit kemajuan dalam mengakhiri "mimpi buruk" perang sipil di negara itu.
Sebagai mediator, dia menyerukan perlunya langkah lebih cepat untuk menyuarakan "keprihatinan yang mendalam" tentang penahanan warga di kota-kota yang terkepung. "Awal pekan ini sulit seperti di pekan pertama (pembicaraan)... Saya mendesak semua orang untuk mempercepat," kata Brahimi.
Pembicaraan itu berusaha untuk mengimplementasikan Komunike Jenewa yang merupakan hasil konferensi internasional pertama untuk menyelesaikan konflik. Komunike itu menyerukan suatu pemerintahan transisi yang mengarah pada pemilihan umum yang bebas dan adil.
Pertemuan juga diharapkan mencapai kesepakatan untuk mendapatkan akses kemanusiaan bagi bagntuan untuk ke 250.000 orang yang berada di bawah pengepungan selama bulan atau bertahun tahun tanpa bantuan, dan jutaan orang lain yang telah menderita kekerasan akibat perang. (AFP/un.org)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...