Perusahaan Sawit Dukung Pencegahan Kebakaran Hutan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, perusahaan sawit telah berkomitmen untuk mendukung pencegahan kebakaran hutan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
"Kita harus mengubah pendekatan dari pemadaman ke pencegahan. Untuk itu, perusahaan perkebunan sawit juga harus memiliki komitmen, untuk mendukung," kata Darmin seusai memimpin rapat koordinasi pencegahan kebakaran hutan di Jakarta, Kamis (1/9) malam, seperti dikutip dari Antara.
Hadir dalam rapat koordinasi ini para pejabat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, perwakilan 20 perusahaan sawit terbesar yang ada di Indonesia seperti Grup Sinar Mas, Grup Asia Pulp, Grup Wilmar, Grup Salim, Grup Tripatra, dan Grup Astra.
Darmin mengatakan, sebagai wujud komitmen nantinya akan dibuat tim teknis yang bertugas menyusun standar maupun sistem untuk diterapkan bersama oleh seluruh perusahaan perkebunan sawit.
Selanjutnya, bersama dengan pemerintah pusat dan daerah, perusahaan sawit akan membuat suatu model agar desa-desa di sekitar wilayah perkebunan tidak menggunakan api dalam membuka lahan.
Selain itu, juga akan dibuat mekanisme insentif-disinsentif pada masyarakat terutama bagi desa yang dalam setahun tidak mengalami kebakaran.
Kemudian, benteng terakhir dari mekanisme pencegahan ini adalah, akan dibuat pusat krisis yang dilengkapi dengan peralatan dan sumber daya manusia yang profesional.
Darmin mengatakan, pembuatan standar dan sistem pencegahan kebakaran sangat penting karena hal ini lebih mudah direncanakan daripada harus memadamkan api.
"Prinsipnya adalah perusahaan sawit berkewajiban memenuhi standar berkebun untuk mencegah terjadinya kebakaran," katanya.
Namun, apabila mekanisme peringatan dini sudah dilakukan, tetapi kebakaran tetap terjadi dan perusahaan tidak mampu menanggulanginya, maka mereka harus meminta bantuan pusat krisis.
"Akan dikenai biaya (charge) dan denda untuk hal ini. Bahkan, apabila nanti perusahaan terbukti terlibat dalam kebakaran maka berarti mereka melakukan wanprestasi atas izin yang diberikan," kata Darmin.
Kebakaran Hutan di Papua
Sementara itu, hasil investigasi lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mighty mengungkapkan, Korindo Group perusahaan Korea Indonesia melakukan pembakaran ilegal secara masif terhadap hutan di dekat Merauke, Papua dan Maluku Utara untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit.
"Selain pengecekan ke lapangan, semua bukti, citra satelit, data titik panas, dan foto udara, mengarah pada penggunaan api yang sistematis," kata Direktur Mighty, Busmar Maitar dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (1/9) siang.
LSM Mighty telah melakukan penelitian sejak tiga tahun lalu. "Upaya sistematis tersebut dilakukan dengan menyiapkan jalur api yang ketika kering dibakar sehingga lahan bisa terbuka," kata Bustar.
Semenjak 2013, menurutnya, titik api muncul di lahan konsesi milik Korindo. Pada 2013 titik api mencapai 43, dan setahun kemudian mencapai 144, sementara pada 2015 ada 164 titik.
"Akibat pembakaran itu, masyarakat sekitar terkena dampaknya," katanya.
Dilaporkan ke pemerintah
Bekerja sama dengan organisasi Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke (SKP-KAM) dan LSM Pusaka, Mighty telah melaporkan dugaan ini kepada pemerintah.
"Kami sudah menerima laporan itu, dan sekarang kami sedang mengumpulkan data. Kami juga berencana turun ke lokasi," kata Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administratif, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati seperti dilansir bbc.com.
Menurut LSM Greenpeace, sekitar 20 persen titik api yang terdeteksi selama 2015 (sampai 26 Oktober), berada dalam konsesi perkebunan kayu untuk bubur kertas dan 16 persen lainnya dalam konsesi kelapa sawit.
Tuduhan ini dibantah oleh pimpinan Korindo Group yang mengatakan, perusahaan mereka telah menganut kebijakan zero burning yang dicanangkan pemerintah Indonesia.
"Oleh sebab itu, tidak ada pembakaran di perkebunan kelapa sawit kami," kata humas Korindo Group, Kamis (1/9) sore.
Melalui keterangan tertulis, Korindo mengatakan, kebakaran di wilayah konsesinya di Papua dan Maluku Utara setelah September 2015 akibat "periode musim kemarau di Indonesia yang rawan kebakaran."
"Tak hanya di perkebunan kelapa sawit, tetapi juga di hutan alam termasuk di Taman Nasional," kata Korindo.
Bagaimanapun, menurut LSM Greenpeace, sekitar 20 persen titik api yang terdeteksi selama 2015 (sampai 26 Oktober), berada dalam konsesi perkebunan kayu untuk bubur kertas dan 16 persen lainnya dalam konsesi kelapa sawit.
Permintaan global terhadap minyak sawit dan kertas dilaporkan telah memicu perluasan sektor perkebunan yang cepat di Indonesia.
Selama dua puluh lima tahun terakhir, menurut Greenpeace, produksi minyak sawit Indonesia telah meningkat hampir enam kali lipat.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...