Perusahaan Tergugat Pembakar Hutan Divonis Bebas oleh Hakim PN Palembang
PALEMBANG, SATUHARAPAN.COM - Gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke PT Bumi Mekar Hijau senilai Rp7,8 triliun, ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang, karena dianggap tidak bisa membuktikan adanya perbuatan melawan hukum dan unsur kerugian.
Ketua majelis hakim Parlas Nababan, dalam pembacaan putusan sidang terbuka di Palembang, Rabu (30/12), yang turut dihadiri kedua belah pihak, organisasi penggiat lingkungan, dan awak media, menyatakan selain menolak gugatan, pihak penggugat (KLHK) juga diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp10.521.000.
Parlas membacakan, hal-hal yang menjadi pertimbangan di antaranya adanya ketersediaan peralatan pengendalian kebakaran, lahan yang terbakar masih dapat ditanami lagi, pekerjaan penanaman diserahkan ke pihak ketiga, adanya pelaporan secara reguler dan diketahui tidak ada laporan kerusakan lahan di Dinas Kehutanan OKI.
Dengan demikian, hakim menyatakan tidak ada hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian.
Dari hasil laboratorium, diketahui tidak ada indikasi tanaman rusak, karena setelah terbakar, tanaman akasia masih dapat tumbuh dengan baik.
Kemudian, pihak penggugat juga tidak dapat membuktikan adanya kerugian ekologi, seperti adanya perhitungan kehilangan unsur hara, kehilangan keanekaragaman hayati,sehingga tidak dapat dibuktikan perbuatan melawan hukumnya.
"Atas pertimbangan itu, majelis hakim menolak gugatan dan membebankan biaya perkara ke pihak penggugat (KLHK)," kata dia.
Mendengar putusan majelis hakim ini, Tim Penasihat Hukum KLHK yang diketuai Umar Suyudi memutuskan untuk banding.
Sementara itu, gugatan ini dilayangkan negara atas terbakarnya lahan hutan tanaman industri pohon akasia seluas 20 ribu hektar, milik PT BMH pada 2014 di Distrik Simpang Tiga Sakti dan Distrik Sungai Byuku Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) itu.
Dalam pembacaan putusan, majelis hakim yang diketuai Parlas Nababan membacakan semua keterangan saksi dan ahli, yang sudah dihadirkan kedua belah pihak di persidangan.
Salah satunya keterangan ahli yang dibacakan yakni ahli hukum lingkungan hidup Universitas Indonesia Andri Gunawan Wibisana.
Ahli yang dihadirkan tim penggugat ini mengatakan, berdasarkan Pasal 88 UU Nomor 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah menegaskan bahwa pemilik izin harus bertanggung jawab mutlak (strict liability).
Hal ini dapat dikenakan, karena usaha yang dilakukan dapat menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup, maka bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Andri mengatakan, tidak perlu adanya unsur kesalahan ini tak lain untuk membuat semua kalangan sangat berhati-hati atas perilakunya terhadap lingkungan yang berkategori risiko tinggi, dan menyadari sulitnya melakukan pembuktian.
Kemudian, Parlas membacakan keterangan ahli dari pihak tergugat yakni, mantan Hakim Agung Arbijoto yang memberikan keterangan bahwa gugatan KLHK ini tidak memenuhi syarat formil dan materil, karena hanya berlandaskan asumsi adanya kebakaran lahan di kawasan konsesi tersebut tanpa bisa menunjukkan siapa pelakunya.
Menurutnya, kasus ini sedari awal ditolak pengadilan, karena UU harus bersumber dari asas, asas bersumber dari teori, dan teori bersumber dari filsafat, dan filsafat yang dianut Indonesia yakni Pancasila.
Jika merujuk pada materi gugatan yakni dugaan melanggar hukum, Arbijoto menilai, jika pihak yang digugat sudah memenuhi semua ketentuan (persyarat izin, sarana dan prasarana kebakaran) maka apa yang didugakan seharusnya dibatalkan.(Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...